Monday, April 16, 2012

B(er)EGO

Karenarasaadalahsegalanya16042012
Ilmu. Terlalu sedikit jadi bego, terlalu banyak jadi ego.

Aku adalah tuhan untuk diriku. Dalam duniaku. Ruang dan waktuku. Ruang dan waktu yang terbatas, dibatasi oleh pembatasan, batas-batas yang diciptakan ketuhananku demi menjadi kemanusiaan. Kemanusiaan yang tidak dibatasi sungguh tak berati, karena bukanlah kemanusiaan. Melainkan tuhanku adalah aku.

Satu manusia satu tuhan. Satu wilayah dan satu kekuasaan. Intervensi wilayah melahirkan perang. Pun dewa berperang, apalagi manusia yang merasa tuhan. Batasan yang dilewati, membuat wilayah kekuasaan disesaki dua ego. Aku adalah tuhan atas diriku dan wilayah kekuasaanku, masuknya tuhan yang lain ke wilayahku adalah pelanggaran dan penurunan harkatnya. Karena di sini aku adalah tuhan, dia hanya manusia yang b(er)ego.

Tindakan pun dilakukan, diawali peringatan. Mengingatkan. Memberi tahu tentang batasan. Sang pengintervensi tidak terima, merasa diri adalah tuhan. Melakukan yang mau dilakukan. Lupa, tuhan dalam konteks dan lingkupnya, dalam definisinya, dalam ruangnya, lupa ia berada di wilayah tuhan yang lain. Sang terintervensi siap bertarung, memberikan auman tanda kekuasaan dan kewaspadaan untuk berperang.

Sang terintervensi unjuk pasang posisi, hey pengintervensi keluarlah dari wilayahku, pulanglah ke tempatmu. Di sini egoku, egomu di sana. Sang pengintervensi akhirnya merasa wilayahnya terlewati, karena cara, sekali lagi lingkup dan wilayah cara dari sang terintervensi yang tidak sesuai dengan idealisme sang pengintervensi yang bilang seharusnya caranya blah bleh bloh, bukan bloh blah bleh… Definisi menurut yang satu, tak sama dengan yang lain.

Pengintervensi merasa terintervensi, perang antar tuhan terjadi. Dengan cara masing-masing, dengan definisi masing-masing, tanpa ada kesepakatan definisi, tanpa ada kesepakatan lingkup dan ruang, tanpa ada sehelai benang merah. Masing-masing bertarung dengan dirinya sendiri dan melibatkan orang lain. Sungguh manusia yang b(er)ego.

Peduli tuhan dengan pemikiran, peduli setan dengan penilaian. Pemikiran dan penilaian yang berbuah penghakiman pun tidak bermasalah selama ruang ketuhanan manusia b(er)ego yang satu tidak dilampaui manusia b(er)ego lainnya. Masing-masing dengan tuhan masing-masing dengan ego masing-masing, dengan bego masing-masing, dengan wilayah kekuasaan masing-masing. Bagaimana bisa bertemu? Dengan kesepakatan definitif, ruang, lingkup, dan titik acuan yang sama. Karena kesepakatan bukan tentang sama-sama mendapatkan, namun sama-sama tidak mendapatkan, reduksisasi wilayah pribadi menjadi wilayah bersama.

wilayah kekuasan dengan sang penguasa dan sang pencipta di dalamnya. Selalu berusaha menjaga dan kalau bisa memperluas kekuasaan dan wilayahnya, dengan menciptakan batasan dan menggerakannya. Menggerakan batasan dengan ilmu. Seluas mana kekuasaan bisa didapatkan. Sungguh dasar dari kemanusiaan adalah hasrat untuk berkuasa.

Perluasan wilayah yang satu memperkecil wilayah kosong yang bebas, pun mampu memperkecil wilayah lain yang telah bertu(h)an. Pembuktian diri dan ego ketuhanan seorang manusia adalah sumber pergerakan. Konflik menjadi buah aksi reaksi sebab akibat. Itulah gerakan, begitulah kehidupan, bergerak.

Perebutan wilayah dan kekuasaan adalah bego, menjaga perbatasan dan mempertahankan adalah ego. Batas tipis yang sering disalah definisikan oleh kekakuan dalam bERego. Mengabaikan unsur emosi dan rasio yang sesungguhnya adalah dwitunggal, membuang E dan R tersebut menjadikannya BEGO.

Kepedulian ternyata bukanlah pelepasan ego yang membuangnya, melainkan pelepasan yang membuat ego lepas bebas meluas dan membesar. Hingga egoku bukan aku, melainkan pula diriku pemikiranku jiwaku dirinya pemikirannya jiwanya dunia isinya alam pepohonan batu air dan hewan-hewan yang berada di dalamnya. Manusia, bukankah manusia itu animal rationale yang animal loquens. Hewan juga.

Perluasan wilayah, intervensi kekuasaan, pembuktiaan kemanusiaan, egoisme ketuhanan diri. Konflik keras dan peperangan para dewa yang menurun pada perkelahian antar manusia. Salah satu bagian dari definisi kaku dan pertahanan diri otomatis. Tuhan tidak pernah salah. Aku adalah tuhan. Definisi yang telah ditetapkan akan selalu tetap tidak berubah. Tentunya dalam wilayah kekuasaan sang pendefinisi. Diluar itu, ingatlah adanya tuhan yang berkuasa penuh di wilayah kekuasaan yang lain. Kaku sungguh kaku, dasar dari kemanusiaan yang b(er)ego.

Pelepasan yang melembutkan, kesepakatan hanya secuil dari kelembutan dari banyak bagian dimana salah satunya adalah ketenangan dalam mendengarkan. Hanyut yang tidak larut membuat keras dan tegas juga tak kaku, minyak dalam air mampu bergerak bebas tanpa hilang ke-minyak-annya. Memperluas wilayah dengan sukaci(n)ta. Seperti membuat tuhan yang lain, yang berkuasa atas wilayah tuhan tersebut, menjadi wilayah kekuasaan sang tuhan yang lembut.

Memperbesar ego dengan fleksibilitas menjadikan ego yang lain menjadi bagian dari ego yang satu. Egoismenya adalah egoku dan ketuhanannya adalah wilayah kekuasaanku. Seorang manusia b(er)ego yang melepaskan egonya memperluas egonya hingga seluruh dunia ,termasuk ego dan ketuhanan masing-masing dunia itu menjadi ego seorang manusia b(er)ego ini. Saat ego menjadi bagian dari ego tanpa mematikan ego, para tuhan adalah kepemilikan dari manusia, teriikat oleh ikatan kemanusiaan yang luas. Kekuasaan adalah kepemilikan egoisme yang sangat luas tak terbatas, oleh melepaskan ikatan kekakuan. Sesuatu diikat untuk dilepaskan.

Ber-ego. Terlalu sedikit jadi bego, terlalu banyak jadi ego. Terlalu ego jadi bego.