Tuesday, February 9, 2016

Lalu Lupa

Entah apakah itu lupa tapi itu yang lalu. Sadar datang belakangan, sadarlah yang mengatakan yang lalu itu lupa.

Entah bicara apa tapi berbicara.
Semua yang terpercik di pikiran, dikatakan.
Lupa kalau isi pikiran ya, percikan percikan.
Juga saat mengatakannya pun, lupa kalau sedang mengatakannya.
Sekadar, yang terlintas yang tersalurkan.
Lalu pendengar berkata, "wow... pintar."

Ah, Sadar datang belakangan, sadarlah yang mengatakan yang lalu tadi itu lupa.

Sialannya, mengusahakan agar tidak lupa malah menjadikan tidak lupa tidak pernah terjadi.
Lalu lupa.

Pada akhirnya mampu menahan diri untuk tidak langsung menyalurkan percikan yang terlintas di pikiran ke dalam racauan. Sebagai suatu hasil pengondisian yang membuat bisa karena terbiasa.

Terbiasa.

Apa bedanya, seorang yang terlintas sesuatu di pikiran kemudian langsung melepaskannya dalam perkataan. Karena mampu melakukan itu, terbiasa untuk melakukannya.

Dengan, seorang yang awalnya cepat melepaskan pikiran namun berlatih mengendalikannya sampai pada tahap, ya pikiran itu terkendali. Setelah terbiasa melakukannya.

Entahlah. Tapi yang sama adalah lalulupa nya.

Yang satu lupa bahwa ia melepaskan kilatan pikirannya.
Yang satu lupa bahwa ia tidak melepaskan kilatan pikirannya.

Baiklah. Tanyakan pada orang kidal yang barusan melempar bola. Tadi melempar pakai jari tangan yang mana?
Lalu tanyakan pada orang bukan kidal yang barusan melempar bola. Tadi melempar pakai jari tangan yang mana?

Kemudian tanyakan pada orang bukan kidal yang melatih tangan kirinya sehingga mampu berfungsi persis sama tangan kanannya. Tadi melempar pakai jari tangan yang mana?
Akhirnya tanyakan pada orang kidal yang melatih tangan kanannya sehingga mampu berfungsi persis sama tangan kirinya. Tadi melempar pakai jari tangan yang mana?

Saturday, February 6, 2016

Baik, kau bagaimana?

Apa kabar? Kental dengan ekspektasi jawaban “baik” dan balas tanya.

Baik, kau bagaimana? Kental dengan ekspektasi jawaban “baik” dan frasa bernada motivasi.

Baik juga. Mulai merasa sia-sia.

Baiklah, sukses ya. Menutup basa-basi demi menggenapi definisi etika.

Sama sama. Inilah yang dinamakan etika.

Menggenapi ekspektasi dengan keseharusnyaan. Percakapan buatan yang sudah dibentuk, tinggal dilaksanakan. Kebohongan yang ditampilkan. Karena keindahan dan kebahagiaan sudah didefinisi. Maka, terreduksi.

Bandingkan;

Apa kabar?
Buruk.
Ah, baiklah aku jadi tahu.
Kau berniat membantu?
Tidak mampu untuk saat ini, selain bertanya tadi.
Baiklah, terimakasih sudah bertanya. Ohya, kabarmu bagaimana?
Buruk juga.
Hahahah…
Hahaha…
Aku merasa lega.
Ya, dan bahagia.
Bukan karena kita sama-sama kesusahan, tapi karena kita sama-sama terbuka.
Itu melegakan memang. Lepas dari definisi baik atau buruk.
Mengakui apa adanya.
Oke, mari kita lanjutkan aktivitas kita.
Mari mari.