Satu warna dalam aneka datang untuk memberi
ragam.
Satu warna dalam aneka terdiam untuk menjadi
seragam.
Satu warna dalam aneka pun pudar terlalu lama
di dalam.
Satu warna dalam aneka menjadi satu warna yaitu
aneka.
Satu warna namanya aneka.
Aneka warna, pluraitas semu yang sejatinya
adalah satu hal.
Seperti pelangi, yang berwarna warni namun
tetap saja pelangi.
Warna tak berarti, pelangi lah yang menjadi.
Tiada warna lagi, hanya pelangi.
Masih ingat kah dengan warna warni pada
pelangi? Siapa saja mereka?
Jamak itu keniscayaan, jarak itu suatu
pengusahaan.
Keterlibatan pun suatu keniscayaan, keterikatan
tak lebih dari pilihan.
Ilusi-ilusi keuntungan, candu-candu kemapanan,
mimpi-mimpi kesuksesan.
Bahkan dengan menegasi adalah suatu bentuk
keterlibatan,
Terlibat dengan metoda penolakan.
Pilihan dan pemilihan, ilusi dan keterjebakan.
Dengan banyaknya pilihan maka tidak ada lagi
pilihan, sekadar salah satu dari yang sudah ada.
Dengan banyaknya pilihan, maka tidak ada lagi
kebebasan, bahkan tidak memilih pun adalah suatu pilihan.
Dengan banyaknya pilihan, membuktikan ilusi
kehendak bebas dalam suatu kemanusiaan.
Apalagi pilihannya selain daripada
pilihan-pilihan itu.
Terlalu banyak pilihan berarti tidak ada
pilihan. Terjebak itu-itu saja untuk memilih yang itu-itu lagi.
Daya ketidak terdugaan menjadi dosa.
Seperti beda itu dosa.
Bahkan sejak dalam pikiran telah terjebak. Pikiran
terjebak pEMikiran.
Kehidupan yang menistakan spontanitas dan
kemendadakan itu seperti kesukarelaan untuk terjebak.
Masokis. Bahkan sejak dalam pEMikiran, oleh
kepenuhan obsesi turunan dari pecandu kemapanan.
Nikmat dalam pedih perih pemenuhan definisi,
keseharusnyaan.