Sunday, March 16, 2014

pilih|pidih|pirih

Satu warna dalam aneka datang untuk memberi ragam.
Satu warna dalam aneka terdiam untuk menjadi seragam.
Satu warna dalam aneka pun pudar terlalu lama di dalam.
Satu warna dalam aneka menjadi satu warna yaitu aneka.
Satu warna namanya aneka.

Aneka warna, pluraitas semu yang sejatinya adalah satu hal.
Seperti pelangi, yang berwarna warni namun tetap saja pelangi.
Warna tak berarti, pelangi lah yang menjadi.
Tiada warna lagi, hanya pelangi.
Masih ingat kah dengan warna warni pada pelangi? Siapa saja mereka?

Jamak itu keniscayaan, jarak itu suatu pengusahaan.
Keterlibatan pun suatu keniscayaan, keterikatan tak lebih dari pilihan.
Ilusi-ilusi keuntungan, candu-candu kemapanan, mimpi-mimpi kesuksesan.
Bahkan dengan menegasi adalah suatu bentuk keterlibatan,
Terlibat dengan metoda penolakan.

Pilihan dan pemilihan, ilusi dan keterjebakan.
Dengan banyaknya pilihan maka tidak ada lagi pilihan, sekadar salah satu dari yang sudah ada.
Dengan banyaknya pilihan, maka tidak ada lagi kebebasan, bahkan tidak memilih pun adalah suatu pilihan.
Dengan banyaknya pilihan, membuktikan ilusi kehendak bebas dalam suatu kemanusiaan.
Apalagi pilihannya selain daripada pilihan-pilihan itu.
Terlalu banyak pilihan berarti tidak ada pilihan. Terjebak itu-itu saja untuk memilih yang itu-itu lagi.

Daya ketidak terdugaan menjadi dosa.
Seperti beda itu dosa.
Bahkan sejak dalam pikiran telah terjebak. Pikiran terjebak pEMikiran.
Kehidupan yang menistakan spontanitas dan kemendadakan itu seperti kesukarelaan untuk terjebak.
Masokis. Bahkan sejak dalam pEMikiran, oleh kepenuhan obsesi turunan dari pecandu kemapanan.
Nikmat dalam pedih perih pemenuhan definisi, keseharusnyaan.