Sunday, October 30, 2016

Kehadiran dan Pengalihan

Kehadiran sering disalah tempatkan sebagai pengalihan. Pengalihan bukan hanya seputar pengabaian, kebebalan pun merupakan pengalihan. Yang mengalihkan adalah yang abai dan yang bebal, baik salah satunya atau keduanya sama-sama saja mengalihkan. Pengalihan disamakan dengan ketidak hadiran benarlah sudah salah tempat.

Pengalihan itu justru kehadiran, tapi bukan di tempat yang sesuainya malahan di tempat lain yang bisa jadi lawan atau bagian kecil dari yang diperlukan. Karena tidak mampu hadir di tempat yang sesuai, maka hadir di tempat lain yang dimampukan atau diketahuinya saja dari kebiasaan dan keterbiasaan.

Mengalihkan bisa jadi adalah menghadiri tempat lain yang diluar perannya. Bisa juga malahan justru terlalu spesifik menghadiri perannya, seperti fokus berlebihan atau konsentrasi yang menutup diri, kedua perangkat yang dipergunakan setengah dari fungsinya ini bisa jadi malahan gagal memenuhi fungsinya sendiri.

Baik itu diluar peran ataupun terlalu dari dalam dari peran, itu sudah di luar ruang kehadiran yang semestinya. Hanya ada dua hal, menghadiri ruang yang semestinya atau menghadiri ruang lain yang tidak semestinya. Kehadiran di ruang yang tidak semestinya ini adalah pengalihan, tindakan yang dilakukannya adalah mengalihkan.

Penggambaran “alih-alih melakukan yang diperlukan malahan yang tidak diperlukan” sudah menggambarkan pengalihan dengan jelas. Tapi tetap saja perilaku mengalihkan ini dilakukan, seperti dalam menggambar atau menulis atau bermain musik di taman. Pengalihan yang dilakukan adalah dengan terlalu fokus pada alat musiknya saja dan konsentrasi sempit pada nada.

Aksi tersebut tidak lain adalah pengalihan dan kerja yang dilakukannya adalah mengalihkan, tidak ada karya. Kesadaran tanpa kemenyadaran hanyalah pengetahuan yang mengawang tak menyentuh langit dan dibawa ke bumi tanpa menyentuh tanah, onani imajinasi. Kesadaran digunakan untuk aksi kemenyadaran, karya hadir saat yang menggambar atau menulis atau bermusik di taman ini melepas fokus dan konsentrasinya dan melebur bersama semuanya.

Bahkan daun yang lepas dari dahannya terdengar nadanya dan menjadi bagian dari musik semesta, bahkan angin yang berputar terlihat jalurnya dan menjadi bagian dari gambar semesta, bahkan diputar balik diri lah yang menjadi bagian dari daun lepas dan angin berputar itu. Karya hadir setelah melepaskan dan pelepasan hadir setelah pencapaian.

Maka kehadiran adalah setelah konsentrasi dan fokus didapatkan, disadari, dan dilepaskan. Kesadaran menyata dalam kemenyadaran, tidak ada lagi diri; semuanya hanya alur yang terus berjalan dan peran yang selalu terisi. Selain daripada itu hanyalah pengalihan.

Konsentrasi dan Fokus Jempol Kram

Konsentrasi dan fokus adalah dua hal yang berbeda, konsentrasi adalah menghadiri sedangkan fokus adalah mengisi. Keduanya adalah satu paket yang saling melengkapi dimana kehilangan salah satunya adalah celaka. Konsentrasi untuk kesadaran melalui pengetahuan akan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi. Fokus untuk kemenyadaran mengisi peran dengan penuh dan siaga merespon untuk semua kemungkinan-kemungkinan terjadi.

Bukankah dengan menggabungkan keduanya manusia jadi bisa melihat tanpa perlu melihat, mendengar tanpa perlu mendengar, mencium tanpa perlu mencium, merasakan tanpa perlu meraba, dan mengecap tanpa perlu menjilat. Karena penglihatannya tidak hanya dengan mata, pendengarannya tidak hanya dengan telinga, penciumannya tidak hanya dengan hidung, perabaannya tidak hanya dengan kulit, dan pengecapannya tidak melulu dengan lidah.

Pada tahap ini, semua hal masuk ke dalam pikiran dan perasaan yaitu dunia imajinasi. Manusia pun akhirnya membuat persepsinya dan membuat kenyataannya. Konsentrasi dan fokus perlu ada untuk ditiadakan, dan untuk meniadakan keduanya bukan dengan membuang keduanya melainkan dengan melewati keduanya. Setelah konsentrasi dan fokus, setelah mendapatkan penginderaan penuh, setelah menciptakan kenyataan persepsional, manusia perlu untuk melepaskan semuanya. Untuk melihat semuanya sebagai apa adanya.

Pencerahan katanya adalah melihat dengan mata, mendengar dengan telinga, mencium dengan hidung, meraba dengan kulit, dan mengecap dengan lidah. Kembali lagi kepada dasar setelah naik tinggi ke alam persepsional, kembali kepada kenyataan yang tidak dibuat-buat melainkan apa adanya. Bukankah manusia melihat apa yang ingin dilihatnya saja, mendengar apa yang ingin didengar, mencium apa yang ingin dicium, meraba apa yang ingin diraba, mengecap apa yang ingin dikecap. Delusi.

Dengan melepaskan semuanya maka manusia akan melihat yang memang ada, mendengar apa yang ada, mencium apa yang ada, meraba apa yang ada, dan mengecap apa yang ada, apa adanya. Paradoks memang untuk menemukan yang iya perlu untuk mengalami dan melewati apa yang bukan. Mengalami dan melewatinya, bukan hanya mengalami saja karena itu sih ketagihan. Sedangkan kalau melewatinya saja, itu namanya pengalihan.

Konsentrasi dan fokus untuk menemukan semuanya, mendapatkan semuanya, lalu melepaskan semuanya. Seperti konsentrasi pada seluruh badan dan fokus pada pisau di kedua tangan, seorang petarung merobohkan seribu prajurit bayaran yang hanya mengayunkan-ayunkan pedang, tombak, gada, dan perisainya dengan melupakan jempol kaki yang adalah pengatur keseimbangan badan. Semuanya musnah dengan jempol kaki patah tanpa mengetahui apa yang terjadi tiba-tiba sudah mati. Sang petarung berdiri terakhir dengan merasakan kalau otot jempol kakinya sendiri sudah mulai kram.