Friday, April 4, 2014

Satu Tanya Terancam Diam

Satu tanya bertanda, segudang cerita tumpah ruah.
Definisi yang gatal perlu dijelaskan, rasanya seperti pembenaran yang dijejal-jejalkan.
Seringkali lupa sesekali ingat, tapi lidah terus terpaksa oleh hasrat berada yang menekan jiwa.
Kehausan akan pengakuan dan keraguan akan eksistensi, berlari pada kutub gengsi.
Satu tanda bertanya, cukup sampai situ saja tertimpa segudang eksplanasi definisi justifikasi gengsi.

Heroisme dalam imajinasi berkawan teori dan kisah klasik dalam benak, ekspektasi dan mimpi berperan.
Jejaki lantai tinggi suatu abstraksi merasa kuasa dalam melalui, penjelasan tertumpah paksa pada tanya.
Satu saja sudah sedemikian megahnya kotbah, berlanjut kemudian tanda tanya pun musnah.
Memori imajinasi ekspektasi teori dan gengsi, hasrat kuasa menggebu jejalkan justifikasi hingga jengah.
Perih tembusi gendang telinga, menusuk benak hingga terinjak dan trauma memar.

Satu tanya bertanda, segudang cerita tumpah ruah.
Jengah sudah luar biasa hingga trauma memar dalam rekaman, untuk kembali pun enggan rasanya.
satu tanda tanya bukan untuk segudang cerita, sebentuk persepsi sebagai pertimbanganlah sejatinya.
Terbiasa dengan kata, hilang kendali lupa cara berbicara.
Kisah saja menjejali telinga hingga jengah, terbiasa dan lalulupa.

Definisi yang gatal perlu dijelaskan, rasanya seperti pembenaran yang dijejal-jejalkan.
Memori imajinasi ekspektasi teori dan gengsi, hasrat kuasa menggebu jejalkan justifikasi hingga jengah.
Terbiasa dengan kata lupa cara berbicara, hilang kendali pada muntahan tumpahan para mimpi.
Dominasi demi gengsi dan kuasa menggodai ekspektasi, eksplanasi menjadi sarana eksistensi.
Kuat keras megah benar besar sempurna dasar dan lalu dan lalu, dalam harap mengendalikan.

Korban dari teori gatal mengiris dengan definisi tak tahan diri berbuat eksplanasi, satu tanya terancam.
Asik sendiri dengan diri pun muntah jejalkan semua imaji, hilang kesadaran ketagihan tak bisa berhenti.
Dalam kisah dengan cerita dalam pemaksaan definisi oleh eksplanasi imaji, bagaimana lah mengerti.
Satu tanya terancam, oleh ketergantungan pengakuan dalam keterbiasaan perkataan dan pembenaran.
Membuyarkan dengan penjelasan, menghancurkan dengan pengertian, satu tanya terancam diam.


Ah, terlalu terbiasa dengan kata membuat keterjebakan padanya. Saat sudah tiada energi menyatakan diri maka berlari pada ketagihan akan kata yang terlakoni. Menjejali diri dengan bahasa dan memuntahkannya pada suatu tanya. Tergoda hasrat naluriah akan kuasa, pengakuan pun dipaksakan oleh cerita dan kisah, oleh memori dan definisi, oleh keterkataan imaji yang terjungkal kedalam curamnya eksplanasi. Mengalir liar mendominasi mendoktrinasi menguasai dan mereduksi.

No comments:

Post a Comment