Monday, September 26, 2016

Sia Sisa Pertanya Jawaban

Kehilangan semuanya, mungkinkah karena melepaskan semuanya atau karena masih ada sisa yang belum terlepaskan. Sepertinya karena ada sisa, karena kalau semuanya telah lepas, tidak akan ada kehilangan. Siapa apa dimana kenapa, tidak penting. Tapi ada ganjalan. Tapi bukan hal yang penting, sekaligus mengganjal. Hanya untuk mengetahui dengan posisi tidak mengetahui pun tidak apa-apa. Ah... sisa sisa pelepasan. Melepaskan pun sepertinya perlu melepaskan kondisi melepaskan juga.

Mempertanyakan dan menemukan jawaban, membuat jawaban lebih tepatnya. Karena jawaban dari pertanyaan adalah pertanyaan juga, demikianlah jawaban dan pertanyaan hanyalah respon atas situasi berdasarkan kondisi diri. Bukan untuk menemukan jawaban lah pertanyaan itu melainkan untuk menggambarkan tiga hukum sialan; posibilitas, probabilitas, dan kausalitas.

Tidak ada yang pasti, bahkan ketidak pastian itu sendiri tidak pasti (ada atau tidak). Gambarkan lah semua yang mampu digambarkan sebagai pola, bahkan hingga merendahkannya. Seiring kesadaran bahwa diri pun rangkaian pola dan menamakannya sebagai keterjebakan. Menolak menjadi korban definisi pun adalah indikator bahwa diri adalah korban definisi. Apa yang dilawan kalau tidak ada yang diakui, terlepas dari mengafirmasi atau menegasi, keduanya adalah pengakuan.

Benarkan ini semua pelepasan? Atau semuanya hanyalah perlawanan. Tidak dapat menemukan tujuan yang benar-benar menenangkan, maka menyerang tujuan-tujuan yang tidak menenangkan itu. Bukan menemukan ketenangan malahan, hanya menemukan ketiadaan dari adanya keseimbangan antara dua kutub yang bertolak belakang. Dua kutub yang pada dasarnya adalah satu. Semuanya adalah sama dan seperti adanya demikianlah. Yang layak terjadi yang terjadi, yang ada telah ada dan selalu ada. Tidak ada apa-apa.

Bukan ini bukan ini tidak itu tidak itu, demikianlah yang paling tidak dan paling bukan yang dilakoni sekarang. Mengapa karena mungkin bisa jadi maka demikianlah yang terlihat oleh mata, tidak lebih hanyalah pola dan yang terpenting adalah peran bukan pemeran. Alur terus berjalan dan peran selalu terisi. Manusia itu tidak ada. Sungguh, mata ini panas setiap harinya dan seringkali sejak waktu itu bertanya apa yang terjadi kalau diri menjadi buta. Apakah yang dilihat oleh mata akan sama dengan yang didengar telinga?

Selalu berpegang pada aroma padahal tidak ada bau sedikitpun yang tercium hidung. Semuanya pendekatan, semuanya anggapan, semuanya kenangan, semuanya dugaan, semuanya tidak lebih dari pengulangan. Tidak bisa tidak untuk terlibat secara minimal. Sejauh apapun meninggalkan tidak akan benar-benar lepas karena yang paling minimal adalah terlibat secara minimal. Bahkan kematian pun tidak melepaskan. Dengan adanya nama, demikianlah keabadian tercipta sejak dilahirkan. Kecuali satu generasi musnah sama sekali.

Kesia-siaan sebagai iman, ketakutan sebagai dasar gerakan, pengetahuan sebagai penemuan pola, bahasa sebagai alat menggambarkan idea. Imajinasi dan imaji-imajinya, semuanya bertarung di arena yang namanya kehidupan. Bagaimana ini, kalau bahkan tidak melakukan apa-apa pun adalah suatu kelakuan.Tidak bereaksi pun adalah suatu aksi. Aksi atau reaksi pun hanyalah respon yang menimbulkan konsekuensi. Tidak adakah yang terputus. Diri untuk dirinya sendiri. Tidak ada kemungkinan, tidak ada peluang, tidak ada sebab akibat. Mengada, berada, kemudian meniadakan diri. Bebas.

Kebahagiaan pun tampaknya sebagai respon atas ketidak mampuan untuk bebas. Mencintai yang dilakukan adalah kebahagiaan. Melakukan yang dicintai adalah kebebasan. Sialan, bahkan yang dicintai pun adalah rangkaian kenangan yang dipermainkan oleh tiga hukum sialan. Akhirnya dalam keterjebakan mencari keterkaitan minimal, dalam ketidak bisa tidakan mencari yang tidak diperlukan untuk tidak diperlukan. Karena seiring perjalanan, yang tidak perlu menjadi perlu yang tidak ada menjadi ada, dan itu semua hanyalah alasan-alasan yang tidak bebas. Bentukan.

Membiarkan bukan melepaskan. Ketidak sadaran dalam membiarkan dan kesadaran dalam melepaskan. Tipis seperti kehidupan dan kematian, bahkan tersedak ludah sendiri satu manusia sekejap mati. Membunuh satu manusia lain pun manusia yang tidak ada dan diketahui keberadaannya menjadi hidup, oleh bahasan orang-orang yang membutuhkan alasan-alasan. Tujuan adalah alasan, kebenaran adalah alasan, keadilan adalah alasan, pemaknaan adalah alasan.

Pemaknaan hanyalah pemakluman. Atas kondisi yang apa adanya demikian namun diberagamkan dalam pikiran. Kenangan yang dipermainkan tiga hukum sialan. Ketidak terimaan yang diseharusnyakan menjadi kebahagiaan. Ketidak bebasan yang dikunci oleh konsekuensi. Permainan dan ketololan berantai berrangkai terulang-ulang dalam ketidak bisa tidakan. Dalam kesekejapan lah mungkin adanya kebebasan dan kelepasan. Sekejap ledakan yang membakar satu generasi sia-sia. Sekejap banjir yang mengempas satu generasi sia-sia. Bagaimana yang sia-sia tidak menghadirkan sisa-sisa. Mungkin itulah pertanyaan yang menjadi jawaban dari pertanyaan sekarang.

No comments:

Post a Comment