Tuesday, May 21, 2013

larut dan hanyut

"Larut namun tidak hanyut. Keraskan perkataanmu, bukan suaramu. Dunia ini hancur karena orang yang mengetahui diam saja melihat ketidak adilan.

Kasih membutuhkan penataan. Mencinta lah seperti mencintai diri sendiri. Memberi itu menerima, belajarlah untuk menerima agar mampu memberi.

Jangan biarkan perilaku orang lain merusak kedamaian diri. Tersenyumlah pada semua, karena setiap orang memiliki kesusahannya masing-masing. Berkarya lah seperti ini adalah karya terbaik dan terakhir."

Definisi mengepung diri, idealisme terkikis gerimis. Pernah lah dahulu menantang badai, namun kelembutan jebakan waktu membuyarkan keteguhan.

Waktu membentuk manusia dan kondisi menyatakannya. Karena manusia adalah waktu, mengadopsi angka untuk menggambarkan diri. Lalu manusia menjadi angka, seratus untuk sempurna dan nol untuk percuma. Nol itu bukan kosong, ia berada dan pun manusia. Angka untuk mempertinggikan kemanusiaan merendahkan manusia.

Keraskan perkataan, bukan suara. Namun nyata diam melihat ketidak sesuaian, idealisme terkikis gerimis. Terancamnya kemapanan membungkam kemandirian jiwa. Ilusi yang mengancam, definisi yang mengekang. Para korban definisi mencari aman. Aman adalah blahblahblah *definitif.

Kehancuran akibat kediaman orang-orang, kehancuran akibat perkataan perlawanan orang-orang. Bagaikan hamba yang mempertuan atasan, sang ciptaan menjadi tuhan bagi tuan. Sistem untuk kemanusiaan, manusia untuk sistemnya, kemanusiaan merendahkan manusianya. Kemanusiaan adalah-----. Manusia adalah-----.

Keterbiasaan melebarkan toleransi, melahirkan sikap intoleran. Pembenaran dan kepandaian menciptakan alasan, demi pembenaran. Akal dan budi yang memperbudak diri. Konsep kebenaran, kemenangan, kekuasaan, menindas diri. Apa idealisme itu sekadar pembuka jalan untuk oportunistis dan fatalistis.

Toleransi yang biasa, terbiasa bertoleransi, toleran yang terjebak definisi. Berkewajiban mentolerir, di posisi tinggi menjadi budak bawahan. Tiada ketegasan terkikis alasan, keteguhan habis oleh gerimis asal-asalan. Asal alasan. Alasan asal. Alasan alasan, asal asalan, alasan pembenaran asal.

Biarkan, sudahlah, biasa saja, maka terbuka jurang intoleran kepada pengingatan. Terbuka gudang toleransi untuk alasan, perlindungan tolak peringatan. Lupa lupakan saja, ingat untuk lupa saja. Idealisme terkikis gerimis, bukankah dulu pernah lewati badai namun tetap teguh mandiri jiwa idealis.

Kondisi membentuk manusia dan waktu menyatakannya. Manusia adalah waktu, yang terisi kisah-kisah abadi memori. Kotak-kotak kosong menua mengeras dan mengaku. Akumulasi rasa raba aroma, terkukus realita yang jenuh definisi bertaut keseharusnyaan. Ah, marilah meringkuk dalam kenyamanan. Kenyamanan adalah----- Kemapanan adalah----- Ilusi adalah kenyataan, kenyataan adalah ilusi. Manusia itu tidak ada. Kemanusiaan hanya pembelaan diri. Diri siapa? Apa?

Larut namun tidak hanyut, berada tak berusaha meniadakan. Menghormati keberadaan lain, mempertegas keberadaan sendiri. Mengasinkan gumpalan cairan keruh yang berkarat kelamaan diam, menerangi gulita keputus asaan mengejar ilusi kepastian masa depan, kemapanan.

Tak larut mengikut alur keterbiasaan, bertahan menunggu zaman menundukan kepala di hadapan imajinasi ideal jiwa yang bertahan dalam keteguhan. Tak padam oleh angin gerak cepat pengejar bayangan kemapanan, yang berlari bolak-balik kesurupan mimpi kekayaan.

Mengingat-ingat perkataan, berdekat-dekat perbincangan. Kawan sepi, alkohol tinggi, kafein jenuh, perbincangan penuh. Kalimat bebas beterbangan, makian sayang pengingatan. Bisik tajam peringatan, aroma berat sesak bernapas. Hujan mengguyur kepanasan, lalu lepas.

Hey, gumpalan memori! Kembali pada posisi, membiarkan roh kembali terikat pada waktu, membentuk raga dan pikiran yang teringatkan, memperkuat keteguhan jiwa. Berimajinasi dan menyakininya, kesempurnaan hanya permainan. Kondisi dan waktu membentuk manusia lalu waktu dan kondisi menyatakannya.

No comments:

Post a Comment