Tuesday, January 7, 2020

Keseharusnyaan 16/16

Lima januari dua ribu dua puluh. Seharian di kandang menumpang karena keramaian sudah hilang sejak jam lima tadi pagi dengan perpindahan liburan kepada rutinitas kerja harian kemudian, lalu ritual mingguan pemujaan dan akhirnya keberisikan yang mampu ditoleransi membuat ketenangan hadir proporsional. Menyeduh kopi dan membuat sarapan telur dengan lagu jadul dan bolak balik sendiri berisik sendiri memaklumi diri sendiri dan melakukan sendiri semua yang tidak disukai kalau dilakukan orang lain, bisa jadi semua rasa sebal adalah saat melihat orang lain melakukan hal yang biasanya dilakukan diri kemudian melabeli situasi dengan keberisikan lalu kabur dari diri sendiri yang terproyeksi pada yang lain.

Mengisi hari dengan melahap informasi dari tontonan dokumenter sampai fiksi, lalu bosan dengan keramaian bolak balik naik turun tangga sebentuk gumpalan hasrat berkuasa yang memaksa untuk bisa. Kebijaksanaan yang kurang tampak karena memaksakan kebiasaan untuk keadaan yang sudah lewat jaman, rasanya seperti terjebak otomatisme padahal ada jalan yang begitu luas terbuka untuk beradaptasi menyesuaikan dengan kondisi dan situasi tapi mengapa masih buta. Sepertinya memang persepsi adalah yang utama seperti bahkan di tengah ladang kopi terbaik sedunia tetap bagi lidah adalah kopi kemasan yang sebenarnya hanya gula dengan perasa kopi saja lah yang terenak, makhluk yang terbentuk oleh pengulangan-pengulangan dan menyatakan apa yang dipercayainya hasil pengulangan tahunan itu.

Berpindah ke ruang bawah yang lebih terisolir dan melanjutkan menulis hingga tuntas baru kemudian masuk kepada kerjaan, membuka file excel yang besar dan mulai menyusun rumus-rumus mengotomatisasikan proses demi bisa santai kemudian. Lumayan juga tiga jam tidak terasa sampai akhirnya pemaksa masuk ke dalam ruangan untuk beres-beres dan menutup-tutup tirai, padahal ada orang namun oleh keotomatisan dan ketidak puasan diri kalau tidak memaksakan diri melakukan kebiasaan kehadiran orang lain dinafikan. Tidak ada yang beres kalau bukan dibereskan oleh diri sendiri sesuai kebiasaan dan kepercayaan yang dipegang teguh oleh diri sendiri, keluasan menjadi keseharusnyaan dan kebijaksanaan menjadi ketololan.

Mengatur napas setelah menggerutu dan melampiaskannya dalam imajinasi, menyebalkan memang namun perlu diterima karena tidak ada yang nyata hanya ada persepsi adu persepsi dalam pertarungan kata-kata bahkan aksi-reaksi tapi tidak bertemu inti. Tiada inti, hanya persepsi akan inti. Hingga malam menjelang, menghadirkan diri saat suasana sudah tenang dan tidak ada gerakan pemaksaan badan untuk bergerak sesuai keseharusnyaan yang dipercayai begitu lekatnya. Lalu makan. Melemparkan badan. Selesai dan berharap pada perubahan. Paling tidak muncul satu kejelasan akan satu kesadaran bahwa keterjebakan itu ada oleh karena keluasan dan kekayaan dalam diri, apakah memang benar penyangkalan diri menjadi kunci dari perubahan adalah berubah bukan mengubah? Memangnya, penyangkalan diri itu apa?

Sunday, January 5, 2020

Keseharusnyaan 15/16

Empat januari dua ribu dua puluh. Bangun lewat pagi dan mendengar keberisikan yang mampu ditoleransi mungkin karena telah habis berbagi di tiga hari dua malam sebelumnya, memang ya kehadiran itu pengalihan dan kebersamaan itu ketagihan bisa jadi suatu hal yang menenangkan seperti bahwa pertemuan itu mendamaikan. Mengatur-atur posisi mengelilingi ruang kosong yang baru saja ditinggalkan sehingga suasananya kembali seperti biasa yaitu membosankan namun tenang, suasana yang dulu begitu membosankan dan baru saja dirasakan menenangkannya kalau sudah melewati keriuhan tiada henti melebihi batas toleransi kebosanan. Bosanlah hingga bosan pada bosan itu sendiri, palingan jebakannya masuk kepada repetisi tra ada isi tapi sisi lainnya adalah kebersyukuran atas apa yang ada saat ini dalam bentuk penerimaan aktif. Yak penerimaan itu aktif dan tidak pasif karena kalau pasif itu kepasrahan bodoh saja yang memberikan nyawa sendiri ke tangan orang lain yang belum tentu memegang nyawanya sendiri dengan baik juga, aktif lah dalam menerima dengan mentalitas adaptif bukan sekadar selektif saja. Jadi teringat kata-kata anak muda yang pada jaman itu, “idealisme pada tempatnya, bang” katanya menggambarkan mentalitas selektif itu hanya awalan karena selanjutnya perlu mentalitas adaptif.
Melanjutkan aktivitas komitmen catatan ekspektasi transformasi enam belas hari yang terlewat empat hari kemarin sambil terus mengunyah, makan duduk mengetik makan duduk mengetik makan duduk mengetik jenis spesies apalagi yang melakukan hal ini atas dasar perkembangan otak depan dan perkembangan jemari tangan yang keterlaluan. Menikmati kebiasaan yang sempat hilang selama dua mingguan ini memang menunjukan kalau diri hanya sebentuk daging bergerak rutin konvensional pemalas yang berimajinasi bebas tapi berkelakuan terbatas, paradoks yang perlu ditindak lanjuti secara estetis karena kalau hanya potensi sampai mati pun potensi besar hanyalah potensi besar yang bukan apa-apa selain cerita mengenai harapan tanpa pernyataan. Melewati siang memaksa diri untuk bergerak keluar dengan rangkaian alasan-alasan melewati padat lalulintas kendaraan dengan mentalitas babi dalam mobil dan monyet di atas motor, bagaimana tidak penuh korupsi negeri ini karena bangsanya sendiri koruptor yang naik ke trotoar membuang abu rokok lewat jendela mobil saling menghalangi seperti sapi yang tidak peduli dan tidak tahan menyelip seperti kecoak yang meraja.
Sampai juga di tempat kabur biasa, menempati posisi biasa, mendengarkan podcast biasa, sambil menepuk nyamuk hinggap seperti biasanya, memang manusia adalah makhluk kebiasaan. Bertemu dua kawan seperti biasa, menghindari keramaian ruang yang penuh pemuda bermain online game seperti biasanya, memutuskan menonton film midsomar hingga menjelang petang cukup mengisi waktu dengan ketegangan yang menghibur dan menenangkan. Sepi itu tidak melulu menenangkan makanya butuh sendirian yang ditemani kan dan sudahlah terima saja bahwa pertemuan itu mendamaikan, juga memungkinkan bahwa kehadiran itu kebutuhan dan kebersamaan itu kepenuhan diri. Bukankah ketidak hendakan terikat bukan karena tidak ingin terikat melainkan takut menghadapi pola bahwa keterikatan selalu mengecewakan oleh karena besarnya harapan yang hendak ditanggung silang dan itu semua membutuhkan penerimaan aktif yang perlu kecerdasan. Lebih baik tidak terikat daripada salah mengikat menjadikan ketidak terikatan dan keberjarakan sebagai langkah nyata yang dilakukan, pertanyaan kemudian berani kah melewati batasan ini satu langkah saja untuk semakin berkembang? Lalu terlintas juga apakah batasan itu dan jawabannya adalah pain dan pleasure karena diri selalu berhenti ketika sampai pada salah satu dari kedua titik ini, bisa jadi melewati pain menemukan pleasure dan melewati pleasure menemukan pain namun bukan itu intinya melainkan melampauinya. Setelah lewat petang datanglah satu kawan muda yang sepertinya hendak membuka kaitan dengan diri tua ini, ah tiga belas tahun jeda baiklah untuk saling berbincang berbagi cerita saja karena menenangkan belum bisa digapai mari masuk ke ruang menyenangkan saja yang tidak merepotkan.
Menutup hari dengan perjalanan sepanjang jalan layang oleh seratus kilometer per jam yang menyenangkan karena udara dan kendaraan yang luang dan penerangan yang menyenangkan, walau tetap saja hari ini bertema keberantakan yang entah mengapa selalu ada saja pelanggaran di jalan oleh kelakuan bodoh berkendaraan baik berhenti sembarangan atau jalan pelan di tengah jalur menghalangi yang di belakang. Semuanya tidak sadar karena semuanya melaksanakan kebiasaannya saja, tidak pernah ada yang jahat hanya banyak saja yang bodoh dan tidak mampu untuk tahu. Hari ini cukup terkendali emosi jadi bermain saja dengan gas ringan dan ketepatan waktu kopling dengan rem sambil sesekali mencoba mengagetkan yang berkendara dalam posisi terbuai kebiasaan, walau sadar juga kalau bisa jadi mereka tidak sadar karena memang tidak mampu sadari tapi paling tidak bukan apa yang perlu orang lain lakukan yang perlu jadi urusan melainkan apa yang diri sendiri mampu laksanakan dalam merespon keadaan. Idealnya demikian itupun kalau emosi sedang dalam keadaan setimbang, kalau galau ya melakukan yang paling dibenci juga kan, soalnya the more we hate the more we become itu selalu. Mengunyah lagi, duduk lagi, bermain layar ponsel lagi, ketiduran kemudian.

Saturday, January 4, 2020

Keseharusnyaan 14/16

Tiga januari dua ribu dua puluh. Menghindar. Mengelak. Kabur. Lari. Mendarat di kedai kopi biasa, bertemu dan ketemu, berbincang dan melemparkan ide sampai bosan. Semuanya pada dasarnya berbicara mengenai penampilan, format, struktur, sikap, attitude dari semuanya dari segalanya satu manusia satu dunia. Oh, fenomenologi persepsi. Dua jam lewat tengah hari pun bergerak berguling dan mendarat di tempat kabur biasa, bertemu dan ketemu, berbincang dan melemparkan ide sampai bosan. Bedanya, kekenyangan oleh soto betawi dan lumpia basah yang keduanya sangat enak. Enak bertemu enak, eneg dan kekenyangan. Tiada kenikmatan malah ketersiksaan, ah memang ya berlebihan itu sama dengan kekurangan karena jalan tengah yang pas itu yang pas. Yang di tengah seperti sendirian namun ditemani. Kedatangan kawan untuk menonton one piece stampedge di saat yang kebanyakan mengikuti misa pelepasan dan penghormatan kedukaan meninggalnya kenalan biarawan senior kemarin, sambil makan lagi duduk lagi makan lagi duduk lagi nonton lagi. Generation on spectators itu rasanya jadi benar kalau seperti ini, kesadaran membawa kepada ketumpuluan rasa saking tajamnya logika. Dalam perjalanan pulang merasa seperti terjebak kedangkalan permukaan saking luasnya arus permukaan saat ini, akhirnya menerapkan pengetahuan melepas ruang waktu dan hadir di masa lalu untuk mengikuti misa dan memberi doa. Semoga terkoneksi karena lama sekali tidak melatih pembebasan diri seperti ini. Mendarat kandang, melepaskan perasaan, melemparkan badan, hilang. Ada mimpi terasa namun entah apa.

Keseharusnyaan 13/16


Dua januari dua ribu dua puluh. Dimulai dengan basuhan badan dan peluk perpisahan dengan sepi dilanjutkan dengan sarapan dan pertemuan dengan kawan mengenai proyek pendampingan yang begitu giatnya dijadikan pelarian, bahkan kepedulian kepada orang lain dan lingkungan bisa jadi pelarian dari kepedulian akan diri sendiri namun juga menjadi jalan untuk memenuhi kepenuhan diri karena dalam diri ada yang lain dan dalam yang lain ada diri. Tidak ada bedanya karena pertemuan adalah penggumpalan yang serupa bahkan keinginan pun kesadaran waktu untuk kemenjadian dan kesadaran tidak lain adalah proses menjadi itu sendiri, tiada gerakan semuanya tertentu di waktu tertentu dalam waktu tertentu what we can imagine is real karena kalau tidak nyata tidak akan terbayangkan dan kalau tidak sama tidak akan terlibat pertemuan.
Menuju tempat kopi langganan menemukan pasangan pertemuan dan mulai menertawai kehidupan karena sebenarnya ini semua semu oleh karena adanya waktu, bahkan waktu sendiri adalah ruang maka kalau semuanya ruang ini dicabut tiada lagi kita. Membicarakan pengetahuan esoterik saintifik fiksi sampai kepada seksualitas kebiasaan dan semua yang terpikirkan dikatakan, bertemu telinga yang mendengarkan dan tatapan yang menyadarkan ternyata menyenangkan karena membangkitkan kekuasaan diri atas diri sendiri dan memenuhi hasrat untuk berkuasa. Barulah setelah mampu mengendalikan maka penyangkalan dapat dilaksanakan melalui proses yang tidak serta merta. Lelah dan memutuskan berpindah ke tempat kabur kebiasaan, membeli dua porsi lumpia basah dan melemparkan badan kepada kursi keras sambil makan tiduran atau sambil tiduran makan sama-sama saja pun berbeda jauh. Entahlah, hadir saja dan menyenangkan saja lah untuk mengobati kelelahan ini sehingga tidak lama pun ketiduran. Sebentar bangun sebentar tidur, ada berita meninggalnya kenalan biarawan senior karena tenggelam ada berita mengenai aktivitas yang dilakukan di ruang ini ada panggilan yang tidak dijawab karena malas kalau bukan teks ada juga kenalan junior mahasiswa baru yang begitu ambisi setinggi pengetahuannya yang membuat diri merasa tua. Oleh hujan semuanya buyar dan oleh angin semuanya pulang, sampai kandang tumpangan melewati sedikit keramaian mengambil posisi dan menyaksikan film two popes. Keren.

Keseharusnyaan 12/16

Satu januari dua ribu dua puluh. Dimulai dengan bermalas-malasan dan keharuan sarapan oleh musik pagi dan posisi ruang makan di ketinggian dalam rintik hujan yang muram menyenangkan, ketenangan yang luar biasa di antara banyaknya ketidak mau tahuan dengan membangun dinding berjendela yang membuat silakan saling pandang namun tidak perlu bersentuhan karena cukup demikian lah kepenuhan. Bermalasan bersiap berpindah berkejaran dengan hujan waktu dan perasaan juga ingatan keinginan kebiasaan dan kecenderungan, kompleksitas kemanusiaan yang sederhana sebenarnya karena hanya sekadar pengulang-ulangan dari suatu tumpukan yang selalu bertambah setiap detiknya hingga semakin menumpuk semakin mengulang dan semakin mengulang semakin menumpuk begitu sederhana juga rumitnya.
Berhenti di tempat makan kekinian yang buka dua puluh empat jam untuk mengonsumsi ekspektasi akan mie yang ternyata sudah berubah dari memori dan imaji roti bakar yang berbeda dari yang kebiasaan, beda ruang beda isinya karena bukan hanya isi yang penting melainkan juga bahwa ruang adalah lebih penting seperti konteks adalah segalanya karena beda tangan beda rasa. Sudah kenyang tapi belum puas sepertinya ada persoalan mengenai rasa karena oral berhubungan dengan anal, kepenuhan yang belum terpenuhi dan pertarungan yang belum memuaskan. Masuk kembali ke dalam ruang sepi yang ternyata di luar dugaan juga, namun oleh kesadaran yang memainkan harapan keinginan ingatan kenangan kebiasaan dan pola ruang menemukan jawaban untuk dipegang terlepas benar atau salah karena kita hanya butuh jawaban yang adalah penuaan oleh indikasi aroma dan warna yang berkata ruang ini sudah terlalu lama diabaikan. Seadanya saja diperlakukan seadanya saja diperlukan, tiada keistimewaan didapat sehingga tidak memberikan keistimewaan.
Menemukan diri berjalan di sisi jalan raya menyeberang dan masuk ke dalam taman hutan yang ternyata penuh dengan orang, mencoba jalur jalan yang setelah kian lama ada baru sekarang merasakan dan yang dulu menggunakan pelat besi berisik kini menggunakan landasan kayu yang licin lapuk dan berlubang. Melempar langkah dan mulai bosan di awalan terus melangkah untuk keluar dan menemukan bahwa perjalanan masih panjang karena jalur melingkar yang begitu mengada-ada, dua pilihan mundur atau lanjutkan dan jelaslah memutuskan untuk melanjutkan hingga di ujung pintu keluar melalui licin berselimut hujan dan menyaksikan pengulangan kemanusiaan yang begitu merefleksikan dan menyadarkan diri bahwa masih manusia. Lepas dari perjalanan mengada-ada barusan memesan kopi kemasan yang terlalu manis seperti biasa sambil meletakan pantat dan mengawang-awang melihat awan, berbincang melepaskan apapun yang terlintas sambil sesekali bertanya visi diri lalu lupa bertanya lagi lupa lagi menjawab sendiri lalu lupa demikianlah repetisi tra ada isi oleh lalu lupa sang korban definisi.
Kembali ke ruangan menyepi untuk melemparkan badan dan membiarkan naluri berkuasa untuk tidur berkata bergerak merasa menyadari melepaskan diabaikan diingatkan diharapkan, semuanya adalah semuanya dan semuanya adalah se-muanya yaitu satu itu saja oleh makhluk yang mengulang pola kebiasaan lalu kepikiran bisa jadi benar katanya kalau menjadi manusia adalah menyangkal diri sendiri dengan penyangkalan yang elok. Aku adalah laki-laki yang selalu siap menghadapi apapun dan menaklukannya dengan indah kutipan dari pertapa pemarah dekade lalu. Melewati malam dengan makanan yang dilabeli sendiri sebagai burger terenak di kota termacet ini, puas benar oleh daging dan menutupnya dengan daging yang lebih besar lagi hingga terlelap karena esok hari perlu kembali kepada keramaian.

Keseharusnyaan 11/16

Tiga puluh satu desember dua ribu sembilan belas. Mengingat mimpi dan merangkai jurnal enam belas hari ekspektasi transformasi di ruangan sebelah dengan pintu tertutup karena keramaian yang rasanya tiga kali lipat karena semua bergerak, ada yang mencuci pakaian ada yang bermain ada yang memasak ada yang membersihkan lantai semuanya bersuara baik dengan berkata juga dengan bergerak entahlah apakah napasnya diingat atau tidak. Memaksakan diri untuk menyelesaikan tulisan karena rencana dua hari ke depan akan menjadi pelarian kepada kesunyian, mengingat keramaian malam pergantian tahun yang tidak bosan-bosannya dilaksanakan karena memang semuanya butuh pelarian dan kebanyakan kepada keramaian. Bahkan kesepian pun suatu bentuk keramaian yang padat oleh kekosongan, untuk apa sibuk mengisi ruang kosong karena kekosongan itu sendiri sudah memenuhi ruang.
Mencoba bertahan dengan tujuan menyelesaikan komitmen enam belas hari dan alasan agar tidak perlu membawa leptop saat kabur nanti, tetap saja bolak-balik dan racauan mengganggu karena semuanya berbicara dengan kata yang memenuhi udara dan gerak yang menghalangi cahaya. Berganti-ganti bergerak-gerak berisik berisik tak berbisik semuanya membuat diri terusik hingga memutuskan mempercepat langkah pergi, selesaikan tulisan membasuh badan mempersiapkan pakaian dan alas kaki dan mengemas beberapa barang yang diperlukan kemudian berangkat menghilang dari keramaian. Datang kecepetan menghadirkan penantian yang lebih baik daripada bertahan dalam gumpalan hasrat pengendalian dalam bentuk kata dan gerak yang berebutan udara dan cahaya, satu jam sebelum bisa masuk ruangan maka memesan kopi dan menemukan bacaan yang menarik perhatian hatiku yang tidak mau memberi mampus kau dikoyak sepi dan pada cermin enggan aku berbagi jadi memutuskan untuk meminjamnya semalam.
Pada waktunya masuk ke ruang menyepi dalam bangunan unik berbentuk silinder ini dengan membawa kopi dalam kemasan plastik yang dapat dipergunakan berulang dan bacaan pujangga empat lima chairil anwar yang empat tahun lalu mampu menyalurkan kegelisahan rasa dan sekarang juga masih demikian, memeriksa ruang dan mulai malas-malasan. Menunggu kedatangan sambil membaca menguping melihat dan menonton juga menikmati ruang menghadap jendela terbuka dan menyaksikan hujan yang tidak kunjung berhenti, akan ada banjir dan genangan bersamaan dengan romantisme dan keharuan oleh cuaca hari ini oleh hujan banjir dan genangan air juga hujan banjir dan genangan ketololan. Di luar berisik orang-orang yang juga hendak masuk ke ruang sepi baik sendiri maupun bersama-sama, ingin menyendiri namun ditemani bisa jadi berdua bertiga berempat berlima bahkan berkeluarga-keluarga namun semuanya tidak mampu menembus dinding ketidak mau tahuan yang tersusun serupa batu bata merah yang mengamankan diri dari kegaduhan sekaligus juga memenjarakan diri dari kegaduhan.
Ketukan mengindikasikan kedatangan dan pelukan menjadi bahasa selamat datang sambil mencari-cari aroma beberapa tahun lalu yang memang sudah tidak ada karena semua berkembang dan empat tahun adalah waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan dua fase kehidupan yang penuh dengan kisah dan pembelajaran, lalu berkembang dan mulai saling berkenalan kembali kemudian menemukan memang berbeda namun tidak berubah semacam berkembang saja namun tidak berganti selayaknya pohon mangga yang berbuah mangga hanya saja semakin tua dan besar batangnya dan beragam rasa buahnya yang tetap adalah buahnya mangga bukan pisang. Memori imajinasi ekspektasi dan naluri bermain-main semalaman dalam kemasan kebiasaan karakter dan sikap perilaku oleh bahasa kata dan gestur, melalui kesadaran melaksanakan apa adanya maupun menyangkal dan mengendalikan maupun melepaskan juga mengikuti pun melawan diri sendiri. Larut malam melampiaskan hujan, tirai air membuat langit dan bumi bersetubuh dan kita manusia terjebak diantaranya baik oleh suka juga duka oleh haru juga jengah oleh segalanya sekaligus dalam satu waktu.

Tuesday, December 31, 2019

Keseharusnyaan 10/16

Tiga puluh desember dua ribu sembilan belas. Membuka hari dengan minus satu energi kemudian membuat sarapan dan sambil menunggu lalulintas dapur mereda chin up dulu sepuluh kali lah ya, peregangan hamstring untuk meredakan emosi hasil persepsi dan keseharusnyaan alias ekspektasi pagi yang tenang. Ada pizza sisa semalam yang nampaknya menarik untuk dipanaskan bersama telur dadar maka jadilah demikian, aroma menarik seperti tarikan untuk mengirimkan fotonya kepada pemilik gelombang laut dan dua matahari cokelat terang itu. Suasana yang lumayan mulai tenang seiring berangkatnya yang kebanyakan untuk pemeriksaan kesehatan dan tersisa satu sang pemaksa berkuasa dengan lalu lintas panjat tangga dan permainan airnya, selalu berusaha menertibkan membersihkan dan mengaturkan segalanya bukan untuk siapa atau apa hanya untuk memenuhi otomatisme dalam diri saja yang sangat wajar karena demikianlah kebijaksanaan penuaan manusia.
Kemenyerahan itu keniscayaan dan karena keberisikan mereda akhirnya kekuatan hadir untuk bertahan, melewati pagi dengan menonton video yang belum sempat dilaksanakan semalam. Memang kadang tidak tahan dengan suara lalu lintas pemaksaan pemanjatan tangga dan pembersihan berulang-ulang, setidaknya hanya satu yang dihadapi dan bisa disalurkan dengan berpindah ruang sementara membuat cemilan yang ternyata kebanyakan. Lanjut mengonsumsi informasi dan gula kebanyakan jadinya pagi ini, sampai terkantuk-kantuk dan rebahan jadinya namun tidak lama karena lalu lintas pemaksaan itu terjadi lagi dalam pola pengulangannya. Merasa tanggung untuk tidur tak bisa dan berisik yang tanggung juga rasanya, mari tambahkan dengan aktivitas bersih-bersih juga yaitu membersihkan sepatu kulit yang akan dipakai esok hari dengan memberikannya pelembab dan pelindung sampai sekalian sepatu lain yang tersimpan pun dipoles karena tanggung dan tidak nyaman maka sekaliankan saja semuanya berbarengan. Penyaluran.
Keramaian mulai datang pertanda perlu segera pindah ruang demikianlah bersihkan badan dan persiapkan kepergian, rencana akan menyeruput kopi di kedai biasa lalu lanjut ke tempat kabur kebiasaan. Lalu lintas padat membuat sedikit berputar melalui jalan kecil tidak rata yang malahan lebih cepat daripada kemacetan dari pribadi tolol yang berhenti di tengah jalan hendak belok kanan tapi menghalangi arus di lajur kiri dengan tidak peduli, bukan jahat namun tidak mampu karena bodoh saja soalnya tidak pernah ada orang jahat hanya ada orang bodoh karena yang pintar akan berbuat kebaikan dengan perhitungan alias kepedulian. Sampai di lokasi kedai kopi yang ramai sepadat lalu lintas tadi, memesan kopi dan duduk di tengah area luar yang biasanya dihindari namun tak apa sesekali menantang diri oleh what doesn’t kill us makes us stronger (and leave a scar) di bawah naungan awan mendung.
Bersua kenalan pemilik tempat makan traumatis yang mengalahkan komunikasi relasional dengan semangkuk panas karbohidrat dan protein berkuah, niatnya mengadu candaan kering namun karena liburan pemikiran tidak terlalu terasah jadi tidak ada materi yang kering untuk dilemparkan kemana-mana dan membuat pendengarnya sakit jiwa jadi tidak lama lah perbincangan kami. Semakin mendung dan semakin tipis kopi dalam cangkir membuat mata melirik kendaraan langit terang yang pemiliknya entah dimana, satu seruputan akhir membawa badan berpindah ruang mengambil sepeda motor berbincang kilat dengan penjaga dan mendapatkan informasi keberadaan yang tadi hendak ditemukan namun tidak bersua kemudian melesat ke tempat kabur kebiasaan.
Seperti biasa mendengarkan kuliah online beberapa sosok yang sedang menarik perhatian saat ini, sambil tiduran dengan menikmati kehadiran seorang kawan yang memang tidak banyak berbincang karena masing-masing sibuk masing-masing di ruang yang sama dengan intensi serupa jadi koneksi sendirian namun ditemani cukup lah untuk saat ini. Bukan seperti yang sebenarnya dimana ada relasi lebih intim dari frasa barusan tapi setidaknya pada taraf permukaan sudah cukup menenangkan, kalau yang memuaskan semoga bisa dipenuhi esok hari atau mungkin di akhir minggu sebelum masuk ke dalam kesibukan yang tidak berdampak banyak namun sangat melelahkan. Lewat sore menuju malam kembali ke kandang tempat menumpang dengan lalulintas padat biasa dan dingin udara yang cukup menyenangkan. Menuju terlelap terlibat perbincangan mulai dari materi penelitian yang ditanyakan kawan, kenalan baru yang sedang terendam hormon adrenalin dan dopamin, sampai perbincangan menukar jadwal janjian untuk terhubung dalam pertarungan elok kemudian. Lalu ketiduran, di esok paginya yang adalah sekarang dan sebelum terlupa mari mengingat bahwa mimpi dalam tidur barusan adalah mengendarai sepeda motor membonceng seorang ibu yang hendak diturunkan namun mendadak bilang jadi perlu berhati-hati pindah lajur kanan ke kiri di posisi yang ditunjuknya tapi jelas akan terlewat karena arus di sebelah kiri lumayan padat sepeda motor dan untuk belok tentu perlu sambil maju kan maka keduanya mengomel, standar.