Saturday, January 4, 2020

Keseharusnyaan 12/16

Satu januari dua ribu dua puluh. Dimulai dengan bermalas-malasan dan keharuan sarapan oleh musik pagi dan posisi ruang makan di ketinggian dalam rintik hujan yang muram menyenangkan, ketenangan yang luar biasa di antara banyaknya ketidak mau tahuan dengan membangun dinding berjendela yang membuat silakan saling pandang namun tidak perlu bersentuhan karena cukup demikian lah kepenuhan. Bermalasan bersiap berpindah berkejaran dengan hujan waktu dan perasaan juga ingatan keinginan kebiasaan dan kecenderungan, kompleksitas kemanusiaan yang sederhana sebenarnya karena hanya sekadar pengulang-ulangan dari suatu tumpukan yang selalu bertambah setiap detiknya hingga semakin menumpuk semakin mengulang dan semakin mengulang semakin menumpuk begitu sederhana juga rumitnya.
Berhenti di tempat makan kekinian yang buka dua puluh empat jam untuk mengonsumsi ekspektasi akan mie yang ternyata sudah berubah dari memori dan imaji roti bakar yang berbeda dari yang kebiasaan, beda ruang beda isinya karena bukan hanya isi yang penting melainkan juga bahwa ruang adalah lebih penting seperti konteks adalah segalanya karena beda tangan beda rasa. Sudah kenyang tapi belum puas sepertinya ada persoalan mengenai rasa karena oral berhubungan dengan anal, kepenuhan yang belum terpenuhi dan pertarungan yang belum memuaskan. Masuk kembali ke dalam ruang sepi yang ternyata di luar dugaan juga, namun oleh kesadaran yang memainkan harapan keinginan ingatan kenangan kebiasaan dan pola ruang menemukan jawaban untuk dipegang terlepas benar atau salah karena kita hanya butuh jawaban yang adalah penuaan oleh indikasi aroma dan warna yang berkata ruang ini sudah terlalu lama diabaikan. Seadanya saja diperlakukan seadanya saja diperlukan, tiada keistimewaan didapat sehingga tidak memberikan keistimewaan.
Menemukan diri berjalan di sisi jalan raya menyeberang dan masuk ke dalam taman hutan yang ternyata penuh dengan orang, mencoba jalur jalan yang setelah kian lama ada baru sekarang merasakan dan yang dulu menggunakan pelat besi berisik kini menggunakan landasan kayu yang licin lapuk dan berlubang. Melempar langkah dan mulai bosan di awalan terus melangkah untuk keluar dan menemukan bahwa perjalanan masih panjang karena jalur melingkar yang begitu mengada-ada, dua pilihan mundur atau lanjutkan dan jelaslah memutuskan untuk melanjutkan hingga di ujung pintu keluar melalui licin berselimut hujan dan menyaksikan pengulangan kemanusiaan yang begitu merefleksikan dan menyadarkan diri bahwa masih manusia. Lepas dari perjalanan mengada-ada barusan memesan kopi kemasan yang terlalu manis seperti biasa sambil meletakan pantat dan mengawang-awang melihat awan, berbincang melepaskan apapun yang terlintas sambil sesekali bertanya visi diri lalu lupa bertanya lagi lupa lagi menjawab sendiri lalu lupa demikianlah repetisi tra ada isi oleh lalu lupa sang korban definisi.
Kembali ke ruangan menyepi untuk melemparkan badan dan membiarkan naluri berkuasa untuk tidur berkata bergerak merasa menyadari melepaskan diabaikan diingatkan diharapkan, semuanya adalah semuanya dan semuanya adalah se-muanya yaitu satu itu saja oleh makhluk yang mengulang pola kebiasaan lalu kepikiran bisa jadi benar katanya kalau menjadi manusia adalah menyangkal diri sendiri dengan penyangkalan yang elok. Aku adalah laki-laki yang selalu siap menghadapi apapun dan menaklukannya dengan indah kutipan dari pertapa pemarah dekade lalu. Melewati malam dengan makanan yang dilabeli sendiri sebagai burger terenak di kota termacet ini, puas benar oleh daging dan menutupnya dengan daging yang lebih besar lagi hingga terlelap karena esok hari perlu kembali kepada keramaian.

1 comment:

  1. Numpang promo ya Admin^^
    ajoqq^^com
    mau dapat penghasil4n dengan cara lebih mudah....
    mari segera bergabung dengan kami.....
    di ajopk.club....^_~
    segera di add Whatshapp : +855969190856

    ReplyDelete