Friday, May 20, 2011

JEMARI BUMI


Karenarasaadalahsegalanya20052011
Berdua di bawah rimbunnya, sejuk di tengah panas dunia. Hangat di dalam tubuh yang teduh, hati terkoneksi lewat genggam jemari dan peluk nyaman. Sang lelaki memberi cincin bunga, perempuan tersenyum menggelayut manja. Dunia milik berdua, yang lain hanya ngontrak.

Penuh emosi dengan pisau di tangan. Mengukir kisah indah yang diharap kan abadi. Membuat nama di jemari bumi, yang tertulis di sini tak terhapuskan. Inisialku dan inisialmu. Biar bumi menjadi saksi, selama masih kaki berpijak, selalu kita akan bersama.
****

“Hey kamu, perempuan yang waktu itu. Gandengan dan pelukanmu, ciri khasmu. Manja dan tawa itu, hanya milikmu. Tatapan dalam itu, sedalam ukiran di tubuhku. Namun dimana lelakimu? Orang yang kini mendekap dan menciummu bukan lelaki yang mengukir kisah kalian di tubuhku.”
****

Tirai air terurai deras. Bersetubuh langit dan bumi, kita terjebak di antaranya. Basah. Berdua berpayung jemari bumi, pohon yang biasa dijadikan buku harian. Kisah mereka ada di sini. Selalu abadi di kulit yang mematri memori. Sang lelaki memberikan tanda. Melingkar emas di tangan sang puteri, dengan batu berkilau secemerlang niat sang pangeran.

“Would you marry me?”
“Yes, I do.”
Kiss kiss kiss hueeeeksssss.. – jijay alay *hanya komentar
****
“Kita mau kemana?”
“Ke tempat biasa.”
“Ngapain?”
“Mengabadikan hari ini. Seperti hari pertama kita menyatakan kebersamaan kita dalam pembelajaran, kini kita telah menyatakan kebersamaan kita dalam kehidupan.”

Sang lelaki berlari dengan jas pengantinnya. Ia tampak gagah. Sang perempuan dengan gaun pengantinnya, ia tampak kerepotan. Dengan pisau yang sama, ia mengukir nama dan tanggal di jemari bumi.
****

Berpuluh terik telah terlewati, berpuluh hujan tak bisa dihindari. Dimana dua insan kesukaanku, yang biasa mengadu dan bercerita di bawah naunganku. Yang kisahnya telah terpatri abadi di lapisan kulit masa mudaku. Yang terlindungi karena waktu mengabadikannya lewat keras kulitku, lapis melapisi.
****

“Aku yang salah. Diamku buat aku kehilangan. Ketidak jujuranku menghancurkan hidup kami. Aku tak menyangka. Semua kebohongan pasti akan terungkap. Seandainya aku bilang aku pernah berhubungan dengan laki-laki itu. Laki-laki lain yang mencuri perhatianku saat aku telah berjanji dengan lelakiku. Laki-laki yang ternyata hanya menginginkan kesucianku, yang membuatku kehilangan sang lelaki yang sungguh mencintaiku.” Perempuan itu tersungkur sambil berusaha memeluk pohon besar. Ia terisak dan tak peduli dengan banyak orang yang melihatnya.
****

“Daerah ini yang dulu sunyi, perbukitan yang tenang. Kini telah menjadi taman kompleks perumahan. Pohon itu sudah ada sejak lama. Lebih baik kita tidak menebangnya. Pohon itu menjadi maskot kawasan ini. Lihatlah pada badannya, banyak terukir nama-nama. Mungkin di sini dulu menjadi tempat memadu kasih para kekasih. Maka, konsep tamanlah yang kami pilih,” Seorang laki-laki berbicara dalam suatu presentasi. Lelaki yang memimpin rapat ini mengangguk dengan dingin.

Derap langkah kaki keluar ruang rapat. Sang laki-laki yang adalah arsitek kompleks perumahaan ini menghentikan langkahnya, saat suara lelaki yang menjadi perwakilan pemilik lahan, sang pemimpin rapat, memanggilnya.

“Ada apa, Pak?”
“Konsepmu mengenai taman itu bagus. Penjelasanmu tentang sejarah dan maskot itu pun menarik. Benar katamu, pohon itu menyimpan banyak sejarah.”
“Terimakasih, Pak.”
“Termasuk sejarahmu.”
“Maksud Bapak?”
“Sejarahmu dengan seorang perempuan yang dulu kau manfaatkan.”

Sang laki-laki tercekat. Tak bisa bicara. Hal yang selama ini ia sembunyikan terkuak. Sang perempuan kah pelakunya? Pasti. Tidak mungkin pohon itu yang berbicara.

“Sudah tak usah khawatir, kenangan pahit itu biarlah menjadi urusan pribadi kami. Lagipula kami sudah bercerai.” Lelaki itu bicara dengan tenang. “Besok, akan dilakukan penebangan pohon dan penghancuran taman. Lokasi yang kita bicarakan tadi, lebih menguntungkan untuk dibuat lokasi hiburan dan perbelanjaan. Karena posisinya tepat di tengah kompleks. Konsep perumahan ini adalah kegembiraan dan kenikmatan kan. Lokasi taman sudah ditentukan.”

“Tapi atasan saya meminta saya menyampaikan…”
“Sudahlah, atasanmu sudah menyetujui rancangan ini. Kamu ke sini karena sudah terlanjur janji pertemuan seminggu yang lalu. Dua hari lalu saya bertemu atasanmu. Konsep yang dipakai adalah yang tadi saya katakan. Tapi kedatangan kamu dan timmu tidak sia-sia, beberapa konsep akan kami terapkan di taman pada lokasi baru itu.”

“Boleh saya tau dimana lokasi taman yang baru itu Pak? Karena atasan saya tidak memberitahu.”
“Yaaa, saya senang kamu menanyakan itu. Atasanmu memang saya minta untuk tidak memberitahumu. Lokasi yang baru ada di pinggiran lokasi kompleks, minggu kemarin kami baru membeli lahan milik seorang ibu tua. Katanya anaknya bekerja di perusahaan perumahan sebagai arsitek. Dengan bujukan, akhirnya ibu itu mau melepaskan lahannya. Sekarang dia sepertinya sedang menikmati sore di rumah anaknya yang sangat berbakti. Tidak seperti pohon yang semakin tua semakin keras kokoh berdiri, manusia semakin tua semakin lunak, tak mampu berdiri.”

Sang laki-laki berteriak, “Kurang ajar, ternyata kamuu..! Kamu yang menggusur rumah ibuku, kamu yang bertindak dengan kekerasan. Kamu yang mematahkan kakinyaaaa… setaaaan! Bajingan! Arrrrrggghhh….!”

“Keamanan! Tolong diurus.”

Sang lelaki memunggungi laki-laki yang memaki. Tak sempat tersentuh sama sekali, karena dua pengguna seragam telah siaga sejak awalnya. Teriakan semakin hilang. Senyum tanda terbalaskan dendam semakin mengembang. Saatnya untuk menghapus memori, katanya dalam hati.

Manusia, kalian seperti pohon. Makin tua makin keras, tak peduli dan kaku. Lembutmu yang dulu, tak kurasa lagi. Walau kau rajah kulitku dengan pisau, namun indah dan bangga kurasakan. Karena rasa dalam memori dan asa dalam tindakan kau sertakan di pisau itu. Kini kau datang dengan gergaji mesin. Penuh amarah dan dendam kamu bilang, “Tebang, sekarang.” Keras hatimu hai lelaki, karena tak mampu membuang memori, kau hancurkan aku tempatmu mengukir asa abadi.

Pohon itu tumbang dengan keras. Saat ia membentur tanah, semua buih buih kenangan terhempas keluar dan pecah. Kenangan akan tawa, janji setia, kesalahan, kebohongan, tangis perempuan dan amarah lelakinya menyebar di udara. Hilang sudah satu jemari bumi. Satu lambang memori telah luruh. Namun, rasa yang ada di dalam hati selalu abadi. Jemari lain akan membangkitkan memori, yang dimana rasa terkandung di rahimnya. Seperti jemari bumi yang menyentuh relung hati, perlahan namun pasti.

Salam, jariii jariiiiii…

No comments:

Post a Comment