Friday, December 4, 2015

Sayang, Rasa.

Tugas kata memang untuk menguak memori, maka dewasa adalah saat kata tak meledakkan rasa. Bukankah manusia hanya gumpalan pekat memori, yang tersimpan dalam kotak-kotak otak. Bahkan otot-otot tubuh pun merupakan kotak penyimpanan memori, lihat bagaimana reaksinya saat punggungmu dibelai hangat.

Lalu apa itu rasa, kalau bukan nama dari kotaknya. Ah.. sayang, bukankah sudah dari dua ribu sembilan kita berbincang tentang ini, lupa kah. Raga hanyalah ruang, tempat meletakkan kotak rasa yang menyimpan memori. Sekaligus menyampaikannya kepada dunia.

Bukankah segala gerakan kita hanya pengulangan, hasil reaksi dari kata. Karena pada awalnya adalah kata, dan kata itu bersama-sama dengan dia. Dia juga lah kata itu. Dengarkanlah bagaimana kata menguak rasa, dibalik rasa ada memori, dan kita manusia pada dasarnya hanya gumpalan padatnya.

Gejolak memori menggerakkan raga, bukankah semua aksi kita hanya bentuk repetisi. Rangkaian yang diketahui bertemu ekspektasi bentukan baik dari lingkungan atau didikan. Berharap perubahan tapi pada dasarnya hanya melakukan pengulangan. Tidak bisa tidak, kita hidup hanya melakukan yang kita ketahui saja.

Kemudian, kita menemukan alasan. Karena apalah beda manusia dengan monyet kalau bukan pada akhirnya si manusia mampu melahirkan alasan. Alasan itu yang paling sering dikatakan adalah rasa. Raga diberi alasan rasa. Hasrat diberi alasan rasa. Ketagihan diberi alasan rasa.

Sayang, dewasa itu saat kata tak menyulut rasa. |2009|

No comments:

Post a Comment