Friday, January 24, 2014

Sekaleng Bintang


Gelap malam tanpa awan tanpa bulan berjerawat bintang. Manis, seperti gadis berbintik yang menggebu ingin tahu. Memandanginya, bintang bukan jerawat, seperti terlarut dalam jutaan rasa, hingga pada saatnya tersentak kalau rasa itu rasanya tak ada. Itu pun rasa.


Untuk apa berjuang kalau bukan mendapatkan, untuk apa berjalan kalau hanya menikmati kebetulan. Apakah harus semua sama sama bersaing dalam kepemilikan dan menjalani dalam mempertahankan. Sama namun tak bersama-sama.


Pandangi langit penuh bintang, menenangkan. Angin menepuk pundak berbisik manis, genggamlah dan reguklah betapa manisnya bintang. Teguk dengan kehausan dan nikmati kesederhanaan yang kompleks darinya. Kalengkan lah bintang untukmu seorang.


Tas plastik berlogo perusahaan, berisi sekaleng bintang dan hanya untuk seorang. Dinginnya yang menghangatkan, sepinya yang menemani, pahit yang mengerti dan kantuknya yang diharapkan. Untuk apa terus tersadar dalam mimpi, ingin tidur saja dan menikmati: kebebasan, yang selalu indetik dengan melarikan diri.


Sekaleng bintang seperti pesan, isinya sayang dari langit kepada ku seorang. Mari lupakan bumi dan melayang lah bersamaku, katanya. Memang, perselingkuhan itu menyenangkan. Kesementaraan yang mengabadikan, memori yang menenangkan di saat keterjebakan begitu menekan.


Pinjam jerawatmu gadis langit hitam manis, bintik terang yang menenangkan akan kukalengkan agar menyenangkan. Teman yang dingin menghangatkan, tak peduli penuh perhatian, tak selalu bersama namun selalu ada. Kesekadaran yang begitu mendalam. Hei, malam. Kubersulang untuk pertanyaan retoris what life is tanpa koma tanpa tanda tanya.



~menikmati tanpa menikahi.
~apa tu?
~menjanda bung.
~ah -_________-")


.genangankarawangduempatnolsatu'14.

No comments:

Post a Comment