Thursday, December 26, 2019

Keseharusnyaan 6/16

Dua puluh enam desember dua ribu sembilan belas. Memulai hari dengan nyalanya sesuatu yang tidak terdefinisi yang selama ini coba dicari tetapi selalu terhalangi ego dan definisi, di awal hari lewat tengah malam ini menyala dengan tidak terduga sama sekali. Bahkan imajinasi tidak berani mengimajikan situasi ini, sepertinya ada yang melebihi kemandirian persepsi yang membangkitkan pengingatan bahwa alur terus berjalan dan peran selalu terisi.
Sampai hampir tengah hari, lalu lewat tengah hari kembali kepada realita. Menghindari keramaian kandang tempat menumpang, kembali menghabiskan uang di kedai kopi langganan. Beruntung akan kehadiran biji kopi kerinci yang biasanya manis dan memang terasa manis, hot plate daging sapi karena membutuhkan asupan protein yang ternyata bersamaan dengan telur yang terlalu lama dibiarkan jadi sedikit gosong namun tak apalah, ditutup dengan kue cokelat yang begitu melekat penuh membuat kesadaran waktu hilang. Kalau saja tidak ada suara gelegar petir menyadarkan, mungkin sudah ketiduran di lantai kayu kedai kopi ini. Habiskan santapan, tukarkan dengan tabungan, memindahkan badan ke tempat kabur kebiasaan, letakkan pantat dan nikmati hujan sambil menyiksa mata dengan yutuban.
Mulai bosan, pulang kandang, seperti dugaan, kepenuhan keramaian keberisikan kepadatan kesesakan. Basuh semua sisa petualangan semalam dan kembali mengisi perut dengan makanan yang kali ini tinggi karbohidratnya, kemudian melemparkan diri ke kasur dan kembali menyiksa mata. Ada pesan darinya yang semalam begitu lekat dalam pelukan dan peluhan, gerhana matahari yang terlupakan. Lelah badan lega pikiran jadinya ingin makan, lagi. Segelas kafe latte bikinan sendiri dan sepiring ketan daging pun jadi santapan sambil menuangkan catatan keseharusnyaan enam belas hari yang akan menjadi saksi transformasi.

No comments:

Post a Comment