Sunday, December 29, 2019

Keseharusnyaan 8/16

Dua puluh delapan desember dua ribu sembilan belas. Seperti biasa berisiknya, ada saja pembahasan di tengah persiapan yang semacam intsruksi berupa saran atau penolakan berupa pertanyaan filosofis kenapa. Bayangkan, sedang beraktivitas bersiap berangkat diajak berfilsafat. Belum lagi yang sibuk dengan keotomatisannya untuk mengisi air, bersih-bersih lantai, mencuci, dengan menabrak semua batas ruang aktivitas jalan terseok-seok dan bekerja tak peduli ada orang atau tidak. Semuanya otomatis dan berisik, bahkan keberisikan yang dirasakan ini pun suatu keotomatisan respon akan situasi yang dipersepsikan sebagai keberisikan.

Tidak mengingat mimpi atau memang tidak ada mimpi semalam karena lelah berlari dari keadaan jadi lelap ketiduran. Menunggu semua berangkat dan hilang dari ruang berharap keberisikan berganti ketenangan, karena rencananya perlu bekerja untuk mencicil beban kemudian. Keramaian yang mereda diisi dengan seduhan kopi ciwidey dengan metoda tuang menggunakan kalita flat bottom saja. Pasang posisi di area lega, mengantisipasi bolak balik lalu lalang raga tua yang masih berhasrat berkuasa memaksa gerak naik turun tangga berusaha mengendalikan semua dalam ketertiban kerapihan dan kebersihan sambil melanggar batas ruang karena tidak peduli akan keberadaan orang. Menulis rekaman hari kemarin sebagai pembuka aktivitas.

Tak bertahan lama, karena ternyata yang memaksa mulai masuk lahan dan memanen pisang dengan ketidak mau tahuan dan tanpa pemberitahuan. Di tengah ketikan teriakan pun terdengar, angkat pisang bersamaan dengan lalu lalang orang di jalanan dan permintaan dadakan yang tidak jelas dilafalkan semuanya serba memanfaatkan dengan jalur memaksakan badan. Ah, dimana kebijaksanaan? Bukan pada kelakuan melainkan pada respon terhadap kelakuan. Bukan padanya melainkan padaku, sehingga dengan demikian tidak bijaksana lah melainkan bijaksini. Ini pun batal, oleh marah yang jadi daya verbal bukannya day mekanikal. Menggerutu sambil mengangkat dua puluhan kilogram pisang sambil mengingat perlu jaga badan untuk rencana pertempuran akhir tahun nanti, tentulah tidak efisien karena tiada ketenangan tiada kebijaksanaan malahan tendangan ke barang-barang.

Merampungkan ketikan kemudian lalu menemukan badan dan jemari penuh getah, berhenti untuk mandi akan lebih baik daripada membersihkan layar dan papan ketik leptop kan. Waktu pun ditabrak pemaksaan oleh belas kasihan. Menenangkan diri dengan mengambil posisi rebah, hujan turun pun merespon dengan mengangkat jemuran yang luar biasa banyaknya ternyata hari ini. Matahari muncul hilang muncul hilang dan terakhir muncul dengan benderang tanpa awan di langit, keluarkan jemuran dan susun seadanya agar mudah diambil kalau tiba-tiba hujan lalu kembali berposisi mengatur napas. Tidak butuh waktu lama sampai keotomatisan memaksa menguasai ketertiban memanjat tangga dan berjalan bolak balik terseok seok namun tetap memaksa, tidak puas karena tidak melakukan dengan tangan sendiri maka semua jemuran diaturnya kembali. Turun sebentar mungkin untuk buang air lalu naik lagi dengan menyeret kaki dan memaksa raga, sungguh ketidak bijaksanaan yang membangkitkan ketidak bijaksinian akhirnya memutuskan meninggalkan daripada tersiksa persepsi dan ekspektasi. Kekalahan diri oleh diri, memang. Menyalurkan dengan minus satu. 

Menuju lokasi kedai kopi kebiasaan melalui jalan yang padat di awal dan lengang kemudian, lumayan seratus tiga belas kilometer per jam rasanya menyenangkan walau hanya sekejap karena mulai padat di simpang perempatan. Singgah dan meletakkan si merah kesayangan, memesan teh dan cemilan sebagai tenaga untuk membaca tulisan human design dari teman yang katanya menggambarkan struktur personalitas diri ini. Usai hujan dan menuju hujan kelihatan dari basahan meja dan warna biru kelabu langit sekarang, tak apalah di luar saja meletakan pantat ini. Tidak lama, berpapasan dengan lautan bergelombang dengan sepasang matahari cekolatnya yang tersenyum manis sekilas dan rasanya menyenangkan sampai lupa bahwa tempat ini adalat pelarian. Lalu sadar, melanjutkan bacaan. Kudapan banana chocolate nya enak ternyata, teh pilihan ini pun enak, hanya kehadiran gerombolan berbincang yang merusak ketenangan. Bedanya, di kandang penuh ekspektasi oleh karena relasi sedangkan di sini hanyalah basa basi bebas ekspektasi walaupun sama sama berisik. Pindah dan tinggalkan saja, mendekat kepada pemilik awan gelombang bermatahari cokelat sepasang mencuri pandang sambil melanjutkan bacaan. Rintik hujan mulai turun, para berisik mulai pindah, nanti menyusul kalau sudah lebat hujannya lah.

Mulai bosan, pindah posisi yang tetap bisa memandang sosok ajaib tadi, menutup bacaan dan mencari gambaran. Vishnu. Dari semua pengetahuan dan penceritaan yang didapatkan belakangan, semua mengarah kepada simbolnya. Membereskan bawaan berkehendak pindah ruang, melihat kamar kecil terisi memutuskan nanti saja di tempat kabur kebiasaan, menuju kasir untuk membayar dan akhirnya kesempatan bertatapan dengan sepasang matahari cokelat itu. Menemukan ada jejak ketinggalan di sisi kiri batang langitnya, menarik dan membuat tertarik perasaan. Melepas lambaian dan menuju ruang kabur selanjutnya, parkir langsung kamar kecil, letakan barang dan ambil ponsel, konfirmasi jejak dan terafirmasi adalah milik, sambil tiduran wasapan menunggu reda kemacetan jalan dan keberisikan kandang numpang untuk melanjutkan perpindah pindahan ini. Tahun depan perlu kontrakan. Ruang ini begitu paradoks, ada saatnya begitu menemani tapi kali ini yang ada saatnya selalu seperti, begitu sepi menusuk kesadaran akan kesepian diri. Akhirnya balik kandang. 

Malam minggu yang penuh wasapan, rasanya ternyata cukup menenangkan ada kawan berbalas pemikiran walau tak bertatapan. Kurang tapi lumayan paling tidak imajinasi bersentuhan dan imaji terasa mengasyikan, dari perbincangan seksualitas sampai spiritualitas lagipula seksualitas itu sendiri adalah spiritualitas kan paling tidak sistem kepercayaan itu yang dipegang saat ini. Hingga larut dan ketiduran, sisa koneksi menjadi mimpi yang di subuh dini hari setengah terbangun oleh kegelisahan yang kemudian merespon dengan menempatkannya sesuai kebutuhan. Saat ini biarkan dulu bersenang senang sampai awal tahun baru kembali kepadada perjuangan, dengan kesadaran kalau semuanya sudah berbeda dan terima saja dengan jalankan sebaiknya semampunya sesehat sehatnya. Alur terus berjalan dan peran selalu terisi, pindahkan kesadaran ke depan oleh semua pengetahuan dan ketangguhan menunggu tenang. 

No comments:

Post a Comment