Saturday, December 28, 2019

Keseharusnyaan 7/16

Dua puluh tujuh desember dua ribu sembilan belas. Lupa mimpi semalam apa karena ini baru dituliskan setelah lewat sehari, padahal pagi harinya ingat. Yasudahlah, akhirnya mengucapkan yasudahlah yang sebenarnya adalah kata yang paling dibenci. Memulai hari dengan minus dua. Yasudahlah, ah kan. Dengan keramaian pagi seperti biasa yang kali ini lebih luar biasa karena padatnya penghuni kandang, menenangkan diri dan mengingat mimpi dengan jelas tapi luput menuliskannya sehingga lupa seiring dengan pantat terangkat dari kasur. Membiarkan keramaian bertubi-tubi berharap berlalu karena selalu ada waktunya untuk berakhir akan sesuatu yang mulai, benarlah berakhir keramaian itu terganti dengan bolak-balik kebiasaan puluhan tahun yang melekat terangkat oleh ketidak sadaran dan ketiadaan kebijaksanaan raga tua. Manjat tangga, bekerja dengan air, memaksa diri melakukan semuanya, hasrat mengendalikan yang tampak begitu kental. Tentu saja dari sudut mata diri yang usianya setengahnya, namun bukankah kebenaran sejati itu tidak diketahui dan kalau yang diketahui adalah kebenaran persepsi alias pembenaran.
Meledaklah walau tidak lepas karena jelas perlawanan yang hadir tidak akan indah, ego bertemu ego tanpa kesadaran intelejensia dan kebijaksanaan ketidak-tahuan diri hanya akan terjadi verbal argumentasi sporadis terdispersi. Akhirnya kadung membuat berisik suasana saja dengan musik keras dan bekerja keras mengisi perencanaan dalam bentuk formulir yang sudah disiapkan di awal bulan, juga sudah disebarkan namun berlandaskan ketidak percayaan bahwa yang mendapat akan seniat itu mengisinya. Isi saja sendiri, paling tidak ada satu yang lengkap terisi walau sangat subjektif. Yang penting sudah dibuka diajak diingatkan dan dititipkan harapan, tindak lanjutnya bebas dan konsekuensinya jelas. One who cannot command must obey kan.
Bosan juga dengan keberisikan yang dibuat sendiri, merebahkan sejenak dan hendak membuat kudapan siang eh keramaian kembali datang karena hujan membuat perjalan-jalanan batal dan menarik kembali ke kandang. Penuh jua lah kandang tempat menumpang ini, sialnya adalah hujan membuat dinding batasan gerakan meningkatkan kemalasan untuk kabur keluar. Telan sudah keberisikan dengan melawan dengan keberisikan juga, membuat kopi di tengah keramaian dan bolak-balik gerakan. Namun, tetap saja kalau bukan sejatinya yang meniru akan kalah juga. Tidak tahan, begitu hujan reda segera keluar dan mendarat di kedai kopi langganan.
Sepi, bagus. Duduk. Tenggelam dalam kenangan, sialan. Mobil merah mobil biru, rambut lurus rambut keriting, mata hitam mata cokelat, kata kata kata, argumentasi dan kesepakatan. Membuka video analisis tinju saja lah, sambil merasakan sisa energi yang terduplikasi darinya di dalam diri. Bahaya kalau bertemu pemicu, dan benar saja ada pemicu. Pembicaraan satu jam berakhir dengan pemesanan transportasi akomodasi perencanaan dan kesepakatan, nanti di akhir tahun. Menakutkan namun duplikasi energi yang tersisa membuat diri berani untuk melampaui, sempat melupakan risiko untuk teringat sekelebat jadi mengaktifkan tiga hukum sialan posibilitas probabilitas kausalitas. Menakutkan memang menakutkan, sekaligus membekukan. Hidup ya gini-gini aja, terlintas sekejap dengan kuat kata-katanya itu. Mengerti kalau semua adalah akumulasi memori yang terpicu momen sehingga dengan kehendak bebas yang sebenarnya tidak bebas tapi bebas itu melanggar batas, membuat kebebasan baru yang lebih luas yang lebih bablas yang lebih menakutkan. Ah iya, emang gini-gini aja.
Yang membentuk yang dibentuk, yang menjadi alasan yang menjadi tujuan, yang adalah akibat menjadi sebab, dan begitulah seterusnya, gini-gini aja kan. Demm! Menyelesaikan pesanan lalu beranjak pulang kandang di gelap malam yang ramai oleh lampu kendaraan baik di dalam oleh cahaya ponsel, dan di luar oleh lampu rem yang menyala kerap di jalanan kota termacet seindonesia ini. Hati-hati, ada hal yang perlu dipenuhi nanti maka tidak perlu sampai cidera dan membuyarkan semuanya. Seketika terlintas, bisa jadi kehadiran di saat ini atau hadir di momen saat ini bukanlah suatu sikap melainkan dampak. Dampak dari memiliki impian kuat di masa depan. Keyakinan. Atau bisa juga harapan. Seperti keyakinan bahwa hidup gini-gini aja itu adalah visi dimana di masa depan akan tetap begini sehingga saat ini begitu hadir di sini akan akan sampai di masa depan yang begini juga. Atau harapan bahwa di masa depan menjadi sosok sempurna dan keyakinan akan harapan itu begitu kuatnya, sehingga hadir di sini saat ini dengan penuh dalam rangka menjadikan diri seperti mimpi itu. Sadar tidak sadar, visi diri masa nanti yang begitu idealistis lah yang membuat kini di sini begitu realistis dan hadir menghidupi kenyataan saat ini. Penetapan label diri pun termasuk visi sih.
Sampai kandang dengan tenang namun dalam rasa menakutkan karena langkah baru saja keluar batasan kebebasan kebiasaan, membuat kudapan yang tadi siang tertunda, makan lagi duduk lagi. Duduk makan duduk makan, ngangkang makan ngangkang makan. Tiada penyangkalan, yak hasrat dan keinginan yang menguasai dan mengalir melalui energi dunia saat ini yang adalah uang. Jadikan semuanya semampunya semaunya seenaknya, karena senyamannya itu terlalu bijaksana untuk diraih saat ini. Dalam ketakutan, kehendak, dan keterbatasan hadirlah petualangan yang dalam satu malam mengubah kehidupan satu masa. Merebahkan diri setelah membasuh dan membersihkan sisa konsumsi sehari ini, meredakan yang terlalu bergejolak dan menggejolakkan yang terlalu rendah. Memang perlu di tengah, bagaimana rentan namun tidak rapuh juga tangguh namun tidak getas. Perkembangan adalah bekas luka yang tertutup dengan jaringan baru, kesadaran ada pada tidak membuka-buka luka dan membahas-bahasnya menghalangi terbentuknya jaringan baru juga tidak membiarkan begitu saja jaringan baru terbentuk menjadi jaringan parut yang lebih keras daripada berlian. Di tengah-tengah, kesadaran ada di tengah-tengah antara kewaspadaan dan kelepasan. Kaki sedang masuk ruang tengah, akan banyak kehilangan, banyak juga penemuan, banyak ancaman juga dukungan. Kalau semuanya banyak, yang sedikit apa dong? Di sini, saat ini.

No comments:

Post a Comment