Friday, September 30, 2011

Baladatak Romansa 2 : Karena Fitnah Lebih Kejam Daripada Fitness

by Leo Amurist on Tuesday, February 23, 2010 at 9:22am



Ego Februari Duaribu Sepuluh

Kenapa kau gantungkan harapmu hanya karena melihat tali asa di ujung awan yang bergelayut manja. Tidak kuat lah ia menahan idealisme manusia, kan terjatuh itu semua di pundakku. Jelas pula kau menyadari dan tahu bahwa ujung awan hanya kumpulan khayal yang begitu terhantam angin logika dan debu tajam realita kan buyar seketika, lalu harap yang kau gantungkan kan tertumpangkan pada pundakku.

Kekar dan bidang bahu dan pundakku mungkin pertimbanganmu, sangguplah menanggung beban harapku katamu dan melupakan setiap kehidupan di atas bumi telah memanggul dunianya masing masing. Sekibas mahkota legam berkilau dan merekah merah muda merona indah memang racun yang mencobai. Menghantarkan pada persimpangan dua cabang, kekuatan sejati atau kehancuran total.

Kecewa, saat realita tersaji di hadapmu dengan tangan tengadah memberi hadiah, yaitu angan yang kau gantungkan pada sisi awan. Ia terjatuh, saat awan buyar terhantam logika, mendarat pada pundak yang telah penuh dan tiada selah. Maka hanya bumi lah tujuan akhirnya, tempat yang sama dengan tempat kakimu berpijak dan rotasi waktu kan membawanya kembali padamu. Angan harap tujuanmu selalu kembali padamu lewat tangan manis getir realita.

Tak pernah bisa kau lari karena jiwanya selalu bersamamu, karena ibunya adalah kamu, harapan itu lahir dari rahim idealismemu, dari selangkangan jiwamu. Lalu mengapa kau gantungkan harapmu hanya karena melihat tali asa di ujung awan yang bergelayut manja. Tidak kuat lah ia menahan idealisme manusia, kan terjatuh itu semua di pundakku.

Saat semuanya kembali padamu, oleh realita yang membawa begitu banyak bungkusan memori sebanyak rotasi waktu yang terlewati, marahlah yang ada padamu. Kecewa. Benci. Permusuhan. Sesungguhnya terhadap dirimu yang kau hina-hina bodoh dan tolol itu rasamu tertuju. Saat habis dirimu kau bunuh dengan racun yang begitu banyak dan melimpahnya, yang tak habis hanya untuk sebuah jiwa dengan segudang kekecewaan, racun itu menyebar dimulai dari jiwa yang terdekat, yang bersamanya kamu merangkai memori, yang pada pundaknya dulu kamu berjudi, meletakan harap dengan jaminan hampa.

Belati pun terhunus, ia tercabut dari balik mahkota legam mengkilat dan menyayat lewat merekah merah muda merona indah. Sebar racun dari jiwa teracuni, jiwa lemah yang tak terlatih oleh frogram fitness dalam gymnasium mental, dan belati racun itu bernama fitnah.

No comments:

Post a Comment