Friday, September 30, 2011

Baladatak Romansa 7 : Layang-layangku

by Leo Amurist on Tuesday, May 4, 2010 at 1:12pm
Ego 4 Mei Duaribu Sepuluh

Menangkap angin dan membawanya pulang, keinginan yang sangat dalam bagai menyelam tenggelam hingga dasar lautan, yang menjadikan diri melayang-layang. Lautan rasa yang mendasar teramat dalam, sungguh puncak asa tertinggi dari langit pengharapan. Karena dasar lautan adalah puncak langit dan puncak langit adalah dasar lautan. Mimpi-mimpi ingin-ingin angan-angan ayang-ayang, terbang lewat tenggelam.

Layang-layang yang terbang terkendalikan, terasa terkendalikan, merasa mengendalikan. Angin yang menghempaskan, tali yang mengendalikan. Ulur-tarik jauh-dekat, dalam genggaman membuat rasa aman. Angin yang mengempaskan, tali hanya menjaga arah agar tak jauh menukik tajam. Kendali tali hanya sebatas rasa, kendali tali hanya sebatas tekanan telapak tangan , kendali tali hanya sebatas merasa aman melihat angin menghempas-hempaskan. Kendali tali hanya seutas janji.

Menangkap angin dan membawanya pulang, dengan layang-layang sebagai perangkap dan tali sebagai pengikat. Biar merasa bebas ia dalam kandang setelah angin yang terperangkap besertanya dimasukan. Biar bisa terbang ia di dalam kandang tehempas-hempas angin, tanpa tali yang mengendalikan, karena kandang telah mengekang. Seutas tali janji telah kehilangan wibawa, tak lagi dipercaya karena bosan merasa yang selalu sama dan sama selalu. Ingin lebih-lebih-lebih-lebih-... lalu ancaman, aturan, penilaian, pemaksaan, teranyam ketat kaku keras, menjeruji bak besi tak lekang zaman, menjeruji kekang layang-layang dan anginnya dalam satu kandang.

Bersamanya angin di dalam kandang. Dengan angin yang menghempas-hempaskan, berusahanya ia terbang meraih kebebasan. Terbentur dinding-dinding saat terbang, terantuk langit-langit saat melaju kencang. Mati hati terpuruk di atas lantai-lantai kandang. Saat bebas bukan berarti terbang. Meratapi jeruji-jeruji keras kaku. Makin mendekati, menyempiti seiring waktu. Berlutut membatu. Menahan napas hingga membiru. Bukan angin ini yang bisa membuat terbang bebas, angin yang sama ini hanya berputar-putar dan akan jatuh lelah, membusuk hilang kesegaran. Resistensi nan cenderung anti, untuk bernapas dan menghirup angin busuk ini. Membatu diri di muka bumi. Mati hati, terpuruk menunggu waktu.

Tinggi pengharapan, mengandangkan yang tak dapat terkekang. Telapak tangan menggenggam paksa, angin diharapkan mampu dibawa pulang. Tak perlu menggenggam, sayang. Angin memeluk telapak tangan yang lemas lembut menerima. Meruangkan angin, menghimpitnya dan membuatnya melesat kabur lewat celah-celah jari jeruji jemari.

Kecewa, menemukan remuk redam sang impian. Memilikinya telah membunuh jiwanya. Tersisa rangka bambu tipis yang tertekuk membungkuk membusuk, dan kulit kertas tercerabik tercampak membentur dinding-dinding kandang. Terpuruk di lantai bumi, meratapi jeruji. Merindukan terbang liar terhempas angin, dengan seutas tali janji yang mengamankan, seutas tali janji yang tetap terikat di bumi, seutas tali janji yang selalu membuatnya kembali.
Lautan rasa yang mendasar teramat dalam, sungguh puncak asa tertinggi dari langit pengharapan. Terbang melesat menggapai puncak langit asa, temukan diri tenggelam dalam pada dasar lautan rasa. Lautan nan luas, panik, bingung, terguncang, hanya ruang penuh rasa yang kental menyesakan, tak mampu bernapas, tenggelam dalam. Tenggelam karena terbang.


Soundtrack:

Mahadewi

Ayang-ayangku
Ayang-ayangku
Kaulah anganku
Kaulah hayalku
Sudah saatnya untuk aku nyatakan
Apa yang kini ada di hatiku
Benih-benih cinta yang kini jadi cinta
Tak mungkin lagi disembunyikan saja
Terserah nanti apa jawabmu
Yang penting aku sudah katakan
Tapi terlalu bila kamu tak menerima
Bila diingat lama penantianku

Ayang-ayangku
Ayang-ayangku
Kau buatku melayang
Kau buatku di mabuk kepayang

Sudah saatnya untuk aku nyatakan
Apa yang kini ada di hatiku
Benih-benih cinta yang kini jadi cinta
Tak mungkin lagi disembunyikan saja
Terserah nanti apa jawabmu
Yang penting aku sudah nyatakan
Tapi terlalu bila kamu tak menerima
Bila diingat lama penantianku

Ayang-ayangku
Ayang-ayangku
Kau buatku melayang
Kau buatku di mabuk kepayang

No comments:

Post a Comment