Friday, September 30, 2011

PENITIPAN HARAPAN (GRATIS)

by Leo Amurist on Wednesday, February 2, 2011 at 12:00am


Aku menilai karena aku ingin mengetahui, namun aku menghakimi saat aku gagal untuk mengerti.
Dia yang datang dengan segudang pemikiran, buat terpana tanpa sadar menjadi gantungan harapan.
Kata-kata yang sangat menyakinkan tentang mimpi dan ide ide yang menantang dan merangsang.
Tanpa sadar tergantungkan harapan.

Harapan dan keinginan dari semua yang mendengarkan, kata kalimat tentang mimpi dan idea.
Dan semua lupa akan manusia dan kemanusiaanya, hanya kalimat yang menjadi gantungan harapan dan keinginan.
Kemanusiaan yang penuh pilihan dan prioritas, menghantarkan pada pujian saat tindakan perwujudan mimpi sesuai dengan harapan dan keinginan.
Menghantarkan pada hinaan dan fitnah sampai menjatuh hancurkan saat harapan tak terpenuhi, keinginan tak terlaksanakan. Pada dia yang datang dengan segudang pemikiran.
Dia yang datang dengan segudang pemikiran, buat terpana tanpa sadar menjadi gantungan harapan.

Hey hey!! Katamu begini nanti begitu. Pikirku begini itu begitu dan begitu itu seperti ini.
Mmm… sejak kapan aku jadi kamu dan kamu jadi aku.
Tak mengerti apa di balik mimpi, tak paham apa di balik pemikiran. Menghakimi memberi kepuasan.

Dia yang datang dan terpaksa menanggung harapan, termatikan oleh mereka yang menggantungkan harapan dan berpijak pada kebenaran. Kebenaran subjektif yang mutlak bagi subjek relatif.
Hey.. sejak kapan kamu jadi aku dan aku jadi kamu.

Aku menilai karena aku ingin mengetahui, namun aku menghakimi saat aku gagal untuk mengerti.

Proporsionalitas menjadi bias, dan keberhasilan menjadi semu.
Saat acuan yang pada dasarnya berbeda dan memang bertujuan berbeda terjerumus penyamaan tanpa sempat berembuk dalam meja persamaan.

Indikator seorang dipasang pada idea seorang lain, saat tujuan sang idealis tercapaikan dan tujuan indikatoris tidak. Saat itulah kekecewaan lahir, seperti mencret yang tak sempat lewat di otak. Penghakiman dan fitnah menjadi aroma dan suaranya.

Tak mengerti dan tak mampu mengerti, buat tak mau mengerti.
Dibalik kata ada sejarah, dibalik idea ada tujuan. Tujuan yang personal dalam ruang sosial. Personal personal dalam pandangan-pandangan dasar, acuan-acuan dan tujuan-tujuan.
Terlupakan itu semua oleh kita yang bukan dia, oleh aku yang bukan kamu, oleh kamu yang bukan aku.

Bukan kau yang selami lautan ini, namun aku yang berenang di tengahnya dan kau hanya rasakan riak di tepian laut ini dengan ujung kakimu. Lalu kau berteriak aku tak bisa berenang dan sedang menuju tenggelam.

Mereka bilang, apakah dia sedang berenang setahuku ia mencari ikan.
Mereka bilang, oh dia tenggelam kah setahuku ia berpegangan pada tali yang dari sini tak kelihatan.
Mereka bilang, apakah dia tenggelam setahuku ia mengambang menggunakan pelampung ban.
Mereka bilang mereka bilang mereka bilang…
Karena mereka aku kamu kita dan semua melihatnya dengan jelas.
Melihat dengan jelas dari sudut pandang dan pengalaman yang jelas. Jelas jelas berbeda.
Dan dengan gantungan harapan yang berbeda-beda.
Dan lupa pada pertanyaan, harapan siapakah yang seharusnya terwujud dari suatu idea yang muncul di permukaan.

Sang penggagas kah, sang pemain kah, sang penonton kah, sang komentator kah, sangkal lah itu semua.

Karena hanya helm dan jaket yang bisa dititipkan, itu pun dengan bayaran seribu rupiah per item.

Amoure d’Amurist 02022011

No comments:

Post a Comment