Friday, September 30, 2011

Baladatak Romansa 3 : Rindu Setengah Hati

by Leo Amurist on Tuesday, March 9, 2010 at 2:10pm
 
 
Ego 09 Maret Duaribu Sepuluh

Nilai hanya pendapat jamak, beda dengan milik pribadi. Bukan pengikut arus yang rela berdesakan dalam aliran, hulu pasti lurus turun hilir. Memang laut tujuan akhir tapi selalu ada cabang yang jarang diperhatikan. Hilang dan sesat, saat pilih untuk sedikit memutar mengambil jalan lewat anak cabang. Nilainya demikian.

Pergi sementara rasanya lama, rindu seharusnya membabi buta. Malah rasa biasa yang meraja, lama-lama bisa jadi lega. Dalam mimpi harap bertemu kembali, cepat tak lama-lama lagi. Seandaikan mimpi tak bisa terealisasi, tinggal direlakan.

Setia itu kebodohan, sungguh makian sampai mati dari pribadi untuk yang satu ini. Setia itu pilihan, sungguh kesadaran tingkat tinggi dari pribadi untuk mengakui ini. Kejujuran hati yang menuntun genggaman mengharap pelukan. Sosok membungkus rasa yang berbeda dari tiap jiwa, kecocokan ternyata bukan hanya pada satu rasa. Aneka adalah dasar manunggal, bhineka melahirkan ika.

Mengharap dan berat pada umumnya, memimpikan dan tak bisa sendiri. Keinginan, menjadi dewa buat semua terpaku pada rindu yang memuncak, bagi jamak, beda pilihan beda pribadi. Sepi membebani telah lama terlewati, rasa memiliki mengikat sayap pribadi terbelenggu menuju luruh dalam drama berakhir mati. Dengan bentang angin dan ruang luas pribadi, berdiri sendiri terlakoni tiada yang berat membebani. Tiada yang mengikat memeluk tersereti, saat satu mimpi mulai berhenti mengotorisasi.

Ingin-ingin bunga angan-angan, mengunci diri seakan hanya satu jalan. Banyak pilihan terbentang menuju satu tujuan, bermimpi memiliki menjadi motivasi, dengan syarat tak abaikan esensi. Terjebak dalam sensasi membuat lupa akan esensi. Hukum komedi, tak tertemui esensi tanpa lewati sensasi-sensasi, dimana semua ilusi dari sensasi melahirkan esensi, pun ilusi. Lantas bagaimana jika sensasi itulah sang esensi?!

Jalan bukan tujuan, hanya rute kurir yang mengantarkan. Pandai-pandai memilih jalan, tak harus selalu bagus dan rata sampai tujuan, hanya perlu menikmati sampai akhir saat putuskan untuk masuk belokan. Meniti rasa-rasa menuju sebuah makna, harus terjebak sensasi tuk lepaskan diri dan lolos ke dalam esensi. Berakhir pada pribadi kembali, karena batas dunia itu kehendak hati.

Genggam ini untuk hadirkan memori yang pernah terealisasi, dimulai dari kemasan berbeda berjiwa memori. Peluk ini untuk mencari esensi, dari sebuah sensasi rasa hati dalam mengingini walau tak berani memiliki. Kisah ini mulai menjadi kenyataan, pilihan jalan yang harus dinikmati hingga akhir, yang belum tau seperti apa nanti. Rasa ini jelas berbeda, karena semua tak sama, tinggal satu langkah saja untuk menemukan makna. Waktu mengasah angan harapan menjadi kerelaan. Untuk tak terlalu merindukan, memilih suatu belokkan.

Keyakinan akan hanya ada satu tujuan dan hanya ada satu lautan, rasa yang berbeda makin menjadi kemasan untuk makna yang sebenarnya sama. Saat selangkah lebih dalam, makin banyak makna terurai dalam banyaknya percabangan. Meragu melahirkan perbandingan, dari semua perbedaan muncul satu dasar yang meyakinkan. Jawaban dari sebuah pencarian, yang tak mungkin ditemukan tanpa menyusuri selangkah demi langkah jalanan. Jawaban yang tak menjadi esensi makna saat tak terjebak ilusi sensasi rasa. Lebih dalam selangkah, makna ditemui dalam balutan ‘semua tak sama’, dalam ikatan ‘yang pertama’, dalam pelajaran lepaskan ‘pelan-pelan saja’.

- Aku Selingkuh yah.. Sayang-


Soundtrack : rindu setengah Mati - d’masiv

Aku ingin engkau ada disini
Menemaniku saat sepi
Menemaniku saat gundah
Berat hidup ini tanpa dirimu
Ku hanya mencintai kamu
Ku hanya memiliki kamu
Aku rindu setengah mati kepadamu
Sungguh ku ingin kau tahu
Aku rindu setengah mati
Meski tlah lama kita tak bertemu
Ku slalu memimpikan kamu
Ku tak bisa hidup tanpamu
Aku rindu setengah mati kepadamu
Sungguh ku ingin kau tahu
Ku tak bisa hidup tanpamu
Aku rindu…

No comments:

Post a Comment