Friday, September 30, 2011

Baladatak Romansa 6 : Kompara Si Ira Si Onal


by Leo Amurist on Friday, April 30, 2010 at 12:12am
Ego 29 Maret Duaribu Sepuluh

Tak terima pemberian tak diterima, terima bila diterima bersyarat balas beri kongruen. Bilang lurus tulus mulus, katakan murni suci dari hati. Ya, sungguh jujur untuk menghutangi dengan memberi. Menjual pemberian dengan harga penerimaan, harapan yang masuk kolom piutang dibawa pulang, simpan dalam kotak dana tak terduga.

Terlintas suara membentuk nyanyian, terbersit cahaya membentuk rupa. Darimana para pelengkap lintasan yang membuatnya melagu dan bersitan yang membuatnya merupa, sepertinya dari dalam imajinasi yang terpola oleh kondisi dan ternyatakan oleh waktu. Kebenaran yang ditemukan dari, cenderung ditentukan oleh, pengalaman. Bias-bias potongan kisah terajut tali imajinasi, terpola dari keyakinan akan kebenaran milik pribadi, yang tentu saja tuhan pencipta untuk sang pribadi.

Indera bekerja akan hasil karya. Kreasi tercipta dari butir-butir sisa aksi reaksi cerita-cerita terdahulu, terajut oleh kebenaran sejati diri, dalam ikatan tali-temali persepsi dan opini. Erat dan kuat. Tegas dan tajam. Tak terbantahkan. Karena ciptaan lahir dari sebuah kebenaran yang hidup oleh keyakinan, dari dunia dari sebuah pribadi bertuhankan diri. Lihat – rasa – dengar – kecap – endus kesempurnaan dan kebenaran sejati, pribadi.

Nirvana kembali kepada dunia, ganti.. Oke posisi masuk siap diterima ganti.. Nirvana sudah mepet dunia, sisa beberapa inchi, ganti.. Diterima, terus kabari, ganti.. Posisi mantap, nirvana sudah mendunia, ganti.. Laporan diterima, realita akan hadir saat membuka mata, over. Tuuuuttt.... Bzzzzztt....

Buka mata dan lihat realita, sang kreasi telah tegas jelas merupa. Diri tuhan berjalan-jalan dan bertemu dengan banyak kejadian, sang kreasi berubah jadi acuan karena diri adalah tuhan. Indera tajam membandingkan kreasi-kreasi dalam kenyataan, temukan fakta semua berbeda. Laporkan pada sang idea, tanya-tanya tentang yang nyata-nyata. Diri tuhan mulai angkat suara, pertanyaan bermetamorfosa pernyataan. Kebenaran lah yang ada pada kreasi diri, kesempurnaan adalah sifatnya. Kreasi-kreasi lain mulai tereduksi, menjadi bagian-bagian pecahan mimpi yang basi dan perlu dibenahi. Ikuti ciptaanku, inilah jalan dan kebenaran sejati. Tutup mata dan mulai membabi buta, lupa kalau dalam realita banyak tuhan di dunia.

Angkat senjata, dengan helm bertutup mata. Lurus ke depan, hancurkan semua penghalang. Dengan kuda keyakinan, berjubah penilaian, perisai kenyataan dan tombak penghakiman, menyusuri jalan kebenaran. Para penghalang mari hancurkan. Diri tuhan mencipta kreasi, lahir dari kebenaran dan sungguh sebuah kesempurnaan, selain itu adalah kekurangan yang perlu dinilai dihakimi dibenahi, agar indah dan sempurna, seperti yang diyakini, dan lupa akan kalimat ‘bagi diri sendiri’ yang justru adalah benteng perlindungan dan lingkup yang menenangkan, rumah rindang dengan pepohonan menyejukkan, menjaga indera tetap peka dan mendunia, juga berpegang pada prinsip-prinsip idea, agar jiwa tak penasaran dan berkeliaran seperti hantu gentayangan. Menilai-nilai membanding-bandingkan, menghakimi menghantui.

hantu tuhan hantu tuhan tu han tu han tu han tu han...

Penasaran bergentayangan, kreasi diri yang sempurna dan benar adalah acuan. Mencari-cari cenderung menghantui, lupa jati diri tuhan pribadi. Kreasi lain dosa yang harus dibenahi, ujung tombak “jangan-bukan-harus” dan macamnya digunakan tajam (aw aw aw aw aw aw.. nyucuk aw..!). Mata membuta telinga menuli oleh terlalu kakunya hati, buat keras lidah dan kebas indera peraba. Diri tuhan lain harap pendapat berjubah sutera lembut berkibar terhembus angin, tuhan diri yang terlanjur berbaju zirah terlalu gengsi untuk melepas beban dan terlalu lemah hati untuk malu telanjang, memberi nasehat. Harap opini berbuah intervensi, ikuti atau mati.

tu han tu han tu han tu han tu han tu han tu han tu...

Kreasi membunuh kreator, mati gentayangan penasaran tiada kedamaian, emosi terpendam jadi dendam. Lemah hati dan berlari, mencari kembali rumah yang dulu tak pernah mau ditemui karena tembok-tembok toleransi tak pernah mau diakui. Kini terlanjur terhalang ikat mati rantai tradisi. Lemah hati lalu berlari lagi, tersandung gengsi terjerembab dalam perkumpulan tuhan tuhan mati, kepada ketiak dogma kaku keras yang bermata satu, melibas habis makhluk asing di matanya. Selain diri adalah salah.


soundtrack:

Mari Bercinta - Aura Kasih

uhuuuu
lala lala lala lala 4x
uhuuuu
lala lala lala lala 4x

mari...mari...

dengan sadar menari ikuti alunan lagu
semua mata pun kini hanya tertuju padaku
tapi tatap matamu seolah inginkan aku
ingin dekatku peluk aku dan sentuh cintaku

tapi tunggulah dulu kau jangan coba merayu
tunggu tunggulah dulu kau jangan dekati aku
sabar sabarlah dulu kau jangan marah padaku
bukan salahku jika banyak yang mau padaku

Reff:
mari semua dansa denganku
dekap aku dan hanyutkanku
dengan irama yang menggoda
ku lepaskan hasrat dirimu

Back to Reff:

dengan sadar menari ikuti alunan lagu
semua mata pun kini hanya tertuju padaku
tapi tatap matamu seolah inginkan aku
ingin dekatku peluk aku dan sentuh cintaku

tapi tunggulah dulu kau jangan coba merayu
tunggu tunggulah dulu kau jangan dekati aku
sabar sabarlah dulu kau jangan marah padaku
bukan salahku jika banyak yang mau padaku

Back to Reff:2x

lala lala lala lala4x
lala lala lala lala4x

kamu inginkan aku
peluk aku
cium aku

kamu inginkan aku
ingin bercinta denganku

Back to Reff: 2x

tapi malam ini bukan hanya untukmu
malam ini kita bercinta bersama

Backt to Reff:

uhuuuuuuu...



- ---- - -- - ---------- -------- -----

Opini, bukan intervensi.
Pendapat, bukan nasehat.
Menilai menghakimi hapus toleransi.
Bukan sendiri saja di dunia ini.
Baik dan benar, menurut siapa dari siapa oleh siapa untuk siapa?
Emosi dibawa sampai mati, lupa waktu lupa diri.
Cermin oohh.. cermin siapakah yang paling benar di dunia ini?????
Jawabnya: Alasan.

No comments:

Post a Comment