Friday, September 30, 2011

Ikan mati kering bukan ikan asin

by Leo Amurist on Wednesday, June 16, 2010 at 2:17pm

Tanpa tujuan hidupmu mau apa?
Tanpa idealisme bagaimana kamu mencari tujuan?
Tanpa keberanian bagaimana kamu akan memilih?
Tanpa pilihan bagaimana kamu bergerak?

dst.. dst.. lah,,,
banyak.
Pertanyaan yang serasa pernyataan di telingaku.

Jawabku?
Aku diam, mungkin karena pertanyaan ini mungkin retoris.
Lebih berbobot pernyataan meningkatkan kesadaran lewat pertanyaan.
Pertanyaan yang tak perlu dijawab.
Karena kalau dijawab, hanya akan terjebak dalam debat.
Debat mencari kebenaran, eh pembenaran.
Pembenaran.

Teringat, cara memenangkan debat adalah dengan tidak berdebat.
Maka mendiamkan gonggongan anjing dan mencari ketenangan adalah dengan mendengarkannya.
Aku diam dan mendengarkan, sambil terkantuk kantuk dan terlamun lamun.
(Bahasa apa tu terlamun lamun?)

Seperti udara dan seluas samudera lah suatu pemikiran.
Maka lingkup dan sudut pandang diperlukan.
Untuk memindahkan air lautan ke tangkupan tangan.
Lalu berkata ini lautan, lautanku.

Hasil perbincangan panjang itu pun mulai diseleksi, diorganisasi, dan diklasifikasi.
Dari sudut pandang yang terpilih dan lingkup yang tertentu, muncullah narasi.
Narasi dari pertanyaan pernyataan awal di atas, seperti ini:

Idealisme adalah awal dari gerak. Bisa dikatakan konsep.
Beberapa orang berhenti di tataran ini, beberapa melanjutkan dengan realisasi.
Stigma: Orang yang berhenti di tataran konsep dibilang omong doang.
Pembenaran: Bukankah omongan adalah aksi, aksi berbicara. Tanpa omongan, tidak ada stigma, tidak ada yang terprovokasi, tidak ada yang mulai membuat reaksi berbentuk aksi, baik aksi sejalan atau kontra.

Lanjut, gerak.
Gerak yang ideal adalah gerak yang bertolak dari idealisme pribadi.
Kebenaran, keyakinan, yang membuat pribadi bergerak dengan kesadarannya.
Tentu saja, saat realisasi ini akan muncul banyak penyesuaian.
Tentu saja, saat realisasi ini akan muncul banyak benturan.
Di tahap ini, idealisme berkaitan pilihan: Toleransi, Otoriter, Apatis, Mundur, dst..???

Aksi-reaksi.

Lanjut, idealisme.
Idealisme itu dibentuk oleh pribadi untuk pribadi tersebut.
Lantas, darimana idealisme itu muncul?
Dari pribadi tersebut juga.
Dari pengalaman, lingkungan, tingkat pendidikan, dan terakhir dari opini pribadi akan sesuatu yang dialami.
Dari aku oleh aku untuk aku.
Idealismeku.

Dalam prosesnya, pribadi akan meniru, mengikuti, dan berusaha menjadi.
Sang idola.
Seandainya tidak ada idola, pribadi yang paling menonjol lah.
Dari perjalanan mengikuti ini akan muncul pengalaman.
Opini.
Reaksi.
Pemikiran.
Idealisme pribadi.

Pilihan pun muncul.
Menuntut keberanian.
Idealisme pribadi ini, matikan atau lanjutkan.

Lanjut, tujuan.
Hidup membutuhkan tujuan untuk bergerak dan alasan untuk bertahan.
Lingkup pada tujuan.
Banyak pribadi yang tidak menemukan tujuannya, dan terambang-ambang.
Lalu mengikuti sosok idola atau sosok yang paliing menonjol, dan jadilah ekor setia.
Stigma: Pengikut, tidak punya pendirian.
Pembenaran: Itu pilihannya, untuk menjadi setia dan mengabdi pada sosok yang memiliki idealisme. Dimana idealisme yang terstigma ini mungkin adalah kesetiaan dan pengabdian.

Lanjut, pencarian tujuan.
Dimulai dengan idealisme.
Saat idea muncul, maka naluri untuk menyatakannya akan muncul.
Di sini awal dari penemuan suatu tujuan.
Realisasi idealisme akan membawa benturan-benturan.
Mengikis pemikiran.
Menjadikannya lancip dan menuju satu titik.
Titik tujuan.

Macam-macam titik akan ditemukan.
Macam-macam tipe pribadi akan ditemukan.
Macam-macam macam-macam akan ditemukan juga.

Pilihan lagi muncul.
Lanjutkan atau matikan.
Yang ini atau yang itu.
Menuntut keberanian.

Aksi reaksi berantai pun terjadi.

Ribet, ruwet, jelas.
Menjadi udara.
Menjadi samudera.

Sampai akhirnya lingkup dan sudut pandang muncul lagi sebagai ruang.
Untuk memindahkan udara dari alam bebas ke ruang lingkup paru-paru.
Lalu berkata ini udaraku.

Idealismeku dari aku untuk aku dan oleh aku.
Idealismemu dari kamu untuk kamu oleh kamu.

Aku lakukan apa yang aku mau.
Kamu lakukan apa yang kamu mau.

Saat terjadi benturan, akan ada toleransi dan pilihan.
Pilihan untuk bertoleransi atau tidak.
Berakhir lewat penyesuaian, menjadi kenyataan.

Tanpa realisasi idealisme tidak ada penemuan tujuan.
Tidak ada pergerakan dari kesadaran.
Terus ikuti sang idola dengan idealismenya.

Lalu ikan-ikan yang tanpa motivasi dan arah jelas.
Selain mengikuti ekor sang idola.
Mengikutinya ke kolam baru yang menjanjikan.
Hingga saat bahaya datang.
Hanya sang ikan dengan kesadaran yang menyadarinya.
Tak sempat memberi pedoman kepada pengekornya.
Memilih untuk pindah ke kolam lain.
Tak sempat diikuti sang ikan pengekor.
Jadilah ikan mati kering bukan ikan asin.
Karena kolam itu ternyata kubangan.

Jadi ini semua tentang ikan.
Dari ikan oleh ikan untuk ikan.

Pemikiran membawaku untuk memilih dari banyak alternatif.
Hidupku tanggung jawabku.
Hidup ikan tanggung jawab ikan.

Mmmm...
Bingung, pas baca lagi.
Males benerin akhh..
mending tiduuurrrrrrrrr...

Bekasi, 16 Juni 2010, 14:09 

tanpa idealisme bagaimana ada tujuan

No comments:

Post a Comment